Kali ini Bulan mau bilang Pustakawan itu adalah “Makhluk Setengah Dewa”. Oleh Hariyah
Mengamati begitu banyaknya persoalan, gonjang-ganjing di dunia kepustakawanan,
membuat Bulan sang pustakawan mikir juga. Sebenarnya di mana sih sumber
permasalahannya. Ada banyak hal ya yang perlu dilihat. Memang gak bisa
memandang sepotong-potong. Menurut Bulan dari berbagai ide, pengalaman, kritik,
diskursus dan banyak deh, wabil khusus
dari blog pustakawan ini, Bulan mau mulai dari tiga titik ini. Apa itu?
Yakni Pustakawan, Perpustakaan, dan Regulasi. Bulan mau pakai bahasa yang
ringan-ringan saja. Bulan gak canggih
ama yang berat-berat, hihihi.
Dari titik
Pustakawan, Bulan mau melihat bahwa seseorang bisa disebut pustakawan karena dua
hal. Ini pikiran bebas Bulan, terlepas dari teori-teori yang ada lho ya. Pertama,
karena dia sekolah perpustakaan dan kedua, karena dia bekerja di perpustakaan.
Udah simpel gitu aj. Tapi ternyata gak sesimpel itu. Yuk kita lihat apa kata
Bulan. Pertama, dia berlatar pendidikan perpustakaan, dan berkeja di
perpustakaan, maka dia pustakawan. Kedua, dia berlatar pendidikan bukan
perpustakaan dan bekerja di perpustakaan, maka dia pustakawan. Ketiga dia
berlatar belakang bukan pendidikan perpustakaan, tidak bekerja di perpustakaan,
tapi punya jiwa pustakawan dengan mendirikan taman baca misalnya, maka bisa
jadi dia disebut pustakawan. Keempat, dia punya latar belakang pendidikan
perpustakaan, tidak bekerja di perpustakaan, tetapi mengajar ilmu perpustakaan,
maka bisa jadi dia disebut pustakawan. Kelima, dia tidak punya latar belakang
pendidikan perpustakaan, dia tidak bekerja di perpustakaan, tetapi dia membuat
sistem teknologi informasi untuk perpustakaan dan sangat concern di situ,
apakah dia pustakawan, bisa jadi ya, dia pustakawan. Nah menurut teman-teman di
sini, manakah pustakawan sejati.
Oke, Bulan
lanjut dulu dengan perpustakaan. Apa sih yang disebut perpustakaan. Terlepas dari pengertian-pengertian yang ada
di teori pula, Bulan mau lihat secara umum aja. Pertama, perpustakaan itu bisa sebuah gedung sendiri, lengkap dengan
segala sarana prasarananya. Kedua, perpustakaan itu bisa sebuah ruang dalam
suatu gedung, lengkap dengan sarana prasarananya. Ketiga, perpustakaan itu bisa
sebuah sudut baca atau pojok baca dalam suatu gedung atau ruangan. Keempat,
perpustakaan itu bisa sebuah gedung tapi tidak/kurang lengkap sarana
prasarananya. Kelima, Perpustakaan itu bisa sebuah ruang, yang juga
tidak/kurang lengkap sarana prasarananya. Keenam, perpustakaan itu bisa juga
suatu benda, ruang atau obejk yang bergerak atau digerakkan keliling daerah,
yang didalamnya ada koleksi. Nah samakah perlakuan model-model perpustakaan ini
dalam mengelolanya.
Baik Bulan
lanjut lagi dengan Regulasi. Yuuk kita sebutkan regulasi apa saja yang berbunyi
atau menjadi payung kegiatan kepustakawanan. Pertama, dan tertinggi ada UUD
NO.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Kedua, adalah Keppres tentang
perpustakaan, sepertinya belum ada ya. Ketiga, adalah Kepmen atau keputusan
menteri, adakah tentang perpustakaan. Di beberapa K/L (Kementerian/Lembaga) ada, tapi mungkin
tidak semuanya pula ada, secara perpustakaan yang ada di K/L kedudukannya
berbeda-beda. Keempat, adalah Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional, tentu ini
ada. Kelima, adalah Keputusan Gubernur atau jajaran di bawahnya tentang
perpustakaan, adakah. Wallahu a’lam. Mohon koreksinya ya jika ada yang salah.
Kembali ke
masalah kepustakawanan, maka kondisi beragam yang Bulan sampaikan di atas dan
ini debatable, tidak bisa hanya
dilihat dari satu aspek saja. Hanya pustakawannya saja, atau hanya
perpustakaannya saja, atau hanya regulasinya saja yang dicermati. Mungkin juga
ada aspek lain yang Bulan gak sebutkan, misalnya organisasi profesinya yang
harusnya bisa melindungi anggotanya. Tapi bagaimanapun keren, canggih dan
dahsyat perpustakaan dan regulasinya, tetap saja subjek yang menjalankan itu
adalah sang Pustakawan. Tak peduli kecil atau besar masalah yang dihadapi sang
Pustakawan, dia harus bisa survive,
harus Tegar.
Teringat
jadinya Bulan pada beberapa tulisan di blog ini yang cukup menarik. Pustakawan
menjadi subjek yang paling banyak dikritisi. Bulan mencatat beberapa kata kunci
diantaranya dari tulisan “10 Pustakawan Strawberry” oleh Nugroho D. Agus. Pustakawan
itu adalah orang yang seharusnya bermental growth
mindset bukan fixed mindset,
bermental cognitive flexibility,
bermental deep understanding,
bermental driver, pustakawan
bermental rajawali.
Lalu juga pustakawan adalah sosok
yang peka terhadap kondisi sekitar. Pustakawan bisa menulis. Pustakawan bisa
meneliti. Pustakawan bisa mengajar. Pustakawan harus tahu perkembangan TI
(Teknologi Informasi) dan menerapkannya dalam aktivitas kepustakawanannya.
Pustakawan harus tahu kebutuhan usernya. Pustakawan harus aktif. Pustakawan
harus literate. Pustakawan gak boleh
hoaks. Pustakawan gemar membaca. Pustakawan bisa mendongeng. Pustakawan harus up to date. Wow banyak banget deh.
Bahkan dalam
bincang-bincang Bulan dengan sesama pustakawan di tempat lain, pustakawan itu
bahkan yang mengelola perpustakaan dari A
to Z, yang membuat rencana anggaran, yang membuat kerangka acuan kerja, yang
membuat laporan kegiatan, yang membuat SPJ, yang membuat naskah pidato menteri,
yang menyiapkan akreditasi, yang mengisi seminar, yang mengubah from 0 to 1, dan
banyak lagi. Pustakawan deritamu adalah pahalamu, mungkin begitu ya. Hihihi.
Atau mungkin pernah dengar Pustakawan Palugada “Apa Lu Mau Gua Ada”.
Jadi meminjam
istilah dari blog ini juga, “Makhluk apakah Pustakawan itu”. Kalo Iwan Fals
punya lagu Manusia Setengah Dewa, maka kali ini Bulan mau bilang Pustakawan itu adalah “Makhluk Setengah
Dewa”.
Pustakawan hatinya setengah dewa, karena selalu berusaha untuk membantu pemustaka
BalasHapus