Lagi-lagi
ini cerita penelitian dari Bulan sang pustakawan. Setelah sukses dengan
petualangan pada penelitian terdahulu, kini Bulan lanjut proyek berikutnya. Puas
atas hasil kerja Bulan, membuat pimpinannya kembali meminta bantuan Bulan.
Tepatnya tahun 2016 setelah Bulan menyelesaikan tubelnya alias tugas belajar,
Bulan diminta ke Bali untuk melakukan penelitian tentang guru madrasah di MI
(Madrasah Ibtidaiyyah) Al-Azhar Denpasar Bali. Madrasah ini tepatnya berlokasi
di jalan I Gusti Ngurah Rai, Kampung Bugis, Tuban.
Seperti
biasa, tidak ada pembimbingan khusus dan bekal yang spesial, maka berangkatlah
Bulan menuju lokasi yang telah
ditentukan. Sebagai seorang pustakawan
Bulan senang melakukan penelitian ini. Akan dapat pengalaman baru yang seru.
Hanya saja ini menjadi tugas tambahan pustakawan yang entah ada angka kreditnya
atau tidak. Bulan tidak ambil pusing, yang penting misi selesai, lancar dan
sukses.
Seperti
pada penelitian sebelumnya, Bulan selalu membuat field note semacam catatan perjalanan. Ini lho catatannya.
Rabu, 23 November 2016
1.
Sampai di hotel Puri Nusantara sekitar pukul
17.00 WITeng.
2.
Survei ke lokasi (MI Al Azhar) sekitar pukul 5
pm dari hotel dengan berjalan kaki sekitar 15’.
3.
Sepanjang perjalanan menuju lokasi, menyusuri
pemukinan penduduk mayoritas Hindu. Aroma dupa dan sesajen tiap rumah yang ada
mewarnai pemandangan yang khas. Beberapa rumah menjual makanan siap saji,
diantaranya nasi goreng babi.
4.
Sejenak berteduh di Masjid Assut Taqwa sambil
menanti Maghrib.
5.
Di ujung jalan menuju lokasi, terdapat Pure
Bale Agung yang selalu diperdengarkan gamelan khas Bali.
6.
Sampai di depan gerbang lokasi menjelang
maghrib. Lokasi berdempetan dengan Masjid Asasut Taqwa.
7.
Suara Murottal Qur’an dari masjid cukup
terdengar ke luar sampai jauh.
8.
Di dalam masjid sempat berbincang-bincang
dengan salah seorang warga, Ibu Putu namanya, warga asli Tuban dan muslim.
Sayangnya tidak sempat berdialog lebih lanjut untuk mengetahui asal-muasal
berIslamnya.
Kamis, 24 November 2016
1.
Keluar hotel pukul 07.45.
2.
Sampai di lokasi sekitar pukul 08.00 dengan
berjalan kaki.
3.
Bertemu dengan Kepala Sekolah MI Al Azhar,
Bapak Suwito. Menyampaikan maksud kedatangan dan melakukan wawancara dengan
beliau pukul 08.30 sampai Zuhur. Hasil wawancara terlampir.
4.
Kemudian wawancara dengan salah satu guru, Ibu
Nur, pukul 13.00-14.00. Hasil wawancara terlampir.
5.
Selanjutnya silaturahim ke rumah guru tersebut
di jalan Gunung Lempuyang sekitar 9 km dari lokasi sekolah sampai Isya.
6.
Sampai kembali di hotel sekitar pukul 20.00.
Jum’at, 25 November 2016
1.
Berangkat dari hotel pukul 08.20.
2.
Sampai di lokasi mengambil beberapa gambar/
foto sekolah. Foto-foto sekolah terlampir. Sekolah libur karena memperingati
Hari Guru Nasional. Sebagian guru mengikuti gerak jalan sehat pada pagi
hari di kantor Kabupaten Badung.
3.
Sekitar pukul 09.30-10.05 wawancara dengan
salah seorang guru, Ibu Fatmawati, wali kelas V. Hasil wawancara terlampir.
4.
Sekitar pukul 11.10-11.30 wawancaa dengan salah satu staf TU sekolah,
Ibu Eka. Hasil wawancara terlampir.
5.
Kembali ke hotel pukul 14.00.
6.
Pukul 17.30 ke masjid Assasut Taqwa.
7.
Sambil menunggu dan setelah sholat Maghrib,
sempat wawancara dengan beberapa orang siswa MI Al Azhar di area masjid. Hasil
wawancara terlampir.
Sabtu, 26 November 2016
1.
Berangkat dari hotel ke lokasi pukul 07.30.
2.
Wawancara dengan orang tua siswa yang sedang
berada di gazebo, tempat biasa ibu-ibu ngumpul saat menunggu anak-anaknya
pulang sekolah. Foto dan hasil wawancara terlampir.
3.
Pukul 08.30, wawancara dengan salah satu guru,
Pak Zai guru olahraga. Hasil wawancara terlampir.
4.
Kemudian wawancara dengan salah satu siswa kelas
6 MI. Nama siswa Hardi. Hasil wawancara terlampir.
5.
Setelah itu berbincang-bincang dengan kepala
sekolah sekitar pukul 09.20-10.00.
6.
Ke perpustakaan bercengkerama dengan beberapa
guru yang ada di sana, foto bersama sekaligus berpamitan untuk kembali ke Jakarta.
Sebelumnya sempat berbincang-bincang dengan salah satu pihak yayasan, Ibu
Mesya, sekaligus juga sebagai guru MI. Beberapa pihak yayasan yang lain sedang
ada keperluan. Saat akan di temui, ketua yayasan memang sedang sakit stroke dan
sudah sepuh, usia sekitar 80 an tahun, sehingga sulit untuk berkomunikasi.
Sekretaris yayasan sedang ada keperluan luar, dan bendahara yayasan sedang
mengurus pajak yayasan.
Tidak ada
yang terlalu spesial dalam perjalanan penelitian ini. Namun Bulan banyak
mendapat pengetahuan dan semangat baru dari cerita-cerita perjuangan para guru
di sana. Salah satunya, ada cerita menarik dari Bapak Suwito, kepala sekolah di
sana.
Bapak Suwito
menceritakan bahwa Kampung Bugis adalah tanah yang dihadiahkan oleh Kerajaan
Bali. Kampung Bugis ada sebelum merdeka. Bangsa Bugis saat itu banyak yang
memiliki keahlian ketabiban, mereka bisa mengobati orang yang sedang sakit
tanpa meminta bayaran sedikitpun. Hal ini menjadi sarana dakwah mereka dalam
menyebarkan Islam di Bali, bahkan sampai sekarang. Banyak pula di kalangan
orang-orang Bugis yang merantau di Kampung Bugis tersebut ahli dalam bidang
ekonomi dan menyelam.
Selama ini
hubungan masyarakat Bugis dan Bali tidak ada gesekan. Mereka saling bekerja
sama bahkan mereka memeiliki banjar untuk kegiatan anak-anak. Pada
saat ada upacara keagamaan masyarakat
Hindu Bali, sekolah di kampung Bugis, khususnya MI Al-Azhar libur dan
mengganti hari libur tersebut di hari yang lain.
Bapak Suwito
pernah juga mengajar tapi tidak pernah dibayar. Pesan dari dosen-dosen di
Jember yang mengajar beliau, juga pesan dari beberapa kyai di sana, bahwa
mengajar itu mengembangkan ilmu dan mengajar itu termasuk di dalamnya adalah
mengajar ngaji atau baca Qur’an adalah kewajiban. Karenanya harus meluangkan
waktu sedikitnya 2 jam sepekan untuk mengajar masyarakat, sukur-sukur bisa
lebih dari itu.
Pembicaaraan mereka berakhir dengan cerita Bapak Suwito, bahwa selama beliau di Bali beliau
kadang diisebut orang Muhammadiyah, sekali waktu kadang disebut orang NU. Buat
beliau hal ini tak masalah, tidak dianggap serius. Dua-duanya
baik. Bahkan beliau dihormati para pecalang
di sana karena dianggap dekat dengan Gus Dur. Selama ini Gus Dur dikenal
sangat dekat dengan masyarakat Hindu Bali.
Hmmm, menarik ya mengetahui sejarah adanya suatu kelompok masyarakat, tak kalah
menarik pula mengetahui bagaimana orang-orang hidup dalam perantauan.
Beradaptasi dengan keadaan, supel dan lentur dalam bergaul, tepo seliro dan
menghormati satu sama lain. Ini menjadi
seni indahnya kehidupan manusia di muka bumi. Hmm pustakawan pastinya bisa
begitu.
Eit tapi ada
satu lagi yang menarik dari ucapan Bapak Suwito, “…harus meluangkan waktu
sedikitnya 2 jam per pekan untuk mengajar masyarakat”. Nah ini kalimat sakti bin pamuncak buat Bulan
sang pustakawan. Bulan diingatkan.
Perpustakaan dan pustakawan satu paket sebagai agen pembelajaran seumur
hidup. Sudahkah Pustakawan meluangkan waktunya 2 jam untuk mengajar
masyarakat…? (oleh Hariyah A.)
0 komentar:
Posting Komentar