Pustakawan, terutama di Indonesia, meyakini bahwa mereka orang penting. Tentunya juga di tempat lain.
Sejarah pustakawan, dan tentunya perpustakaan, memang berliku. Pustaka pernah begitu rupa dipuja, ditempatkan sangat sakral dan tak sembarang boleh menyentuh, apalagi menyetubuhinya. Sederet dengan itu, pustakawan sebagai pengelolanya pun mendapatkan posisi pentingnya. Meski kata pustakawan belum dikenal, apalagi diformalkan dalam undang-undang, dengan larikan tunjangan.
Atau belum ada pendidikan formal bagi si pustakawan. Namun, pustakawan pada masanya begitu mendapatkan kehormatannya.
Kini..
Pustakawan mungkin sedang ada pada sindrom keakuannya. Penting, katanya. "Tak ada pustakawan, hancurlah negeri ini," bisa jadi demikian lanjutannya.
***
Ketika diajukan tanya, “apa pekerjaan pustakawan?”, berbagai deret jawaban akan dilontarkan. Dia nabi literasi, katanya. Yang membebaskan kesesatan informasi gelap, ke jalan informasi yang terang benderang. Sederet peran penting lainnya diajukan, untuk menopang tesis bahwa pustakawan itu penting.
Literasi informasi, gabungan dua kata yang saat ini sangat bertuah. Pustakawan pun tak mau ketinggalan, meneguk tuah saktinya untuk meneguhkan: dirinya penting. Namun, apakah benar-benar itu literasi informasi merupakan pekerjaan pustakawan?
Kenyataannya dia bukan domain tunggal pustakawan!
Tidakkah dipertimbangkan?, mengganti tanya “apa pekerjaan pustakawan?” dengan dengan, “pustakawan bisa bekerja apa?”.
Atau, "pekerjaan penting apa yang bisa dilakukan pustakawan?".
[[ selesai ]]
0 komentar:
Posting Komentar