Menyimak aktivitas pustakawan
saat pindah lokasi perpustakaan di sebuah grup wasap di mana Bulan sang
pustakawan bergabung di dalamnya, sangat
seru dan dramatis. Bulan jadi teringat ke beberapa tahun silam. Saat itu
tahun 2009. Bulan baru bergabung di lembaga ini dengan status CPNS dengan
formasi calon pustakawan. Pertama kali
dikenalkan dengan ruangan perpustakaan di kantor, ada sedikit kegundahan.
Kegundahan ini menimbulkan bayangan pekerjaan pustakawan yang rasanya berat, gak
menarik, dijauhi orang, dan gak dilirik.
Pertama Bulan mendapatkan kondisi
dimana banyak koleksi buku yang menumpuk di depan toilet kantor tepatnya di
sudut ruangan yang agak suram penerangannya. Tumpukan buku yang tak beraturan
dan sangat berantakan. Tumpukan buku yang sangat kusam dan berdebu. Dan
tumpukan buku yang tingginya hampir mencapai langit-langit ruangan kantornya.
Di sisi lain, Bulan juga mendapati ada banyak kardus-kardus berisi buku, tapi
sepertinya buku cetakan lembaga yang belum didistribuskan atau memang sengaja
di gudangkan di situ. Juga beberapa buku baru hasil pengadaan. Buku tersebut menumpuk di salah satu sudut rak yang
sebenarnya sudah ada di jajaran koleksi dengan judul yang sama. Lebih
mengenaskan adalah hanya segelintir
pegawai –kalaupun boleh dibilang tak satu pun-yang memanfaatkan buku-buku
tersebut di perpustakaan.
Kondisi ini berlangsung cukup
lama, sekitar 2 tahunan lebih. Bulan sang pustakawana hanya mengisi
hari-harinya dengan melakukan klasifikasi dan klasifikasi. Pekerjaan yang
menjemukkan dan membosankan. Tapi itu masih lebih baik, karena yang dipegang
adalah buku baru. Setidaknya Bulan jadi sedikit membaca dan sedikit tau tentang
buku tersebut, hihihi. Tapi yang
menyedihkan adalah ketika harus berhadapan dengan tumpukan buku kusam ini. Bulan bingung, harus diapakan buku-buku ini.
Walhasil munculah ide kegiatan stok opnam. Alih-alih mendata dan mengecek
koleksi, yang terjadi adalah kegiatan penyiangan. Parahnya kegiatan penyiangan
ini tidak diiringi dengan pemeriksaan yang detil disertai catatan atau berita
acara tentang koleksi yang dikeluarkan atau dimusnahkan dari jajaran
koleksi. Hasilnya, Bulan sang Pustakawan
jatuh sakit karena berhadapan dengan koleksi kusam, debu dan susunan yang amburadul yang harus disiangi. Butuh waktu sepekan untuk
Bulan istirahat dan libur dari aktifitas
tersebut.
Lumayan, setelah kegiatan
penyiangan, perpustakaan nampak lebih terang. Tapi bukan berarti perpustakaan
menjadi lebih baik. Kenyataannya perpustakaan belum move on dari kondisi sepi, tak terjamah, terpencil lokasinya,
bahkan kesan sedikit angker ada di sana. Hiii. Parahnya, kondisi ini membuat
kinerja perpus down, turun
seturun-turunnya. Reorganisasi membuat perpustakaan turun derajat. Yang tadinya
di eselon 3 kini menjadi eselon 4. Inilah prestasi yang ditorehkan sesaat
sebelum perpustakaan harus kembali ke rumah asalnya yang sudah direnovasi,
tepatnya di pusat kota.
Bulan jadi bertanya-tanya, apa ya
yang menyebabkan kondisinya begini. Apa ada kaitannya dengan perpindahan perpus
ke gedung sementara di pinggiran kota karena gedung lamanya sedang direnovasi.
Atau karena perpindahan itu, apalagi dengan koleksi yang ribuah, tidak mudah
menatanya dengan cepat dan cukup melelahkan sehingga hilanglah gairah pegawai
untuk berinovasi. Atau lokasi perpusnya menjadi tidak strategis, maka hilanglah
gairah pengunjung untuk mendatanginya.
Hmm, Bulan belum bisa menebaknya. Bulan masih buta.
Sampailah pada tahun 2011, dimana
perpustakaan pindah kembali ke gedung awal, karena renovasi telah selesai.
Lagi-lagi terbayang acara pindahan perpus yang bikin mumet, repot, melelahkan,
dan meluluhlantakkan gairah bekerja.
Tapi ada secercah harapan. Perpustaakaan di tempatkan di lantai 2 full dengan luas lebih dari seribu
meter. Pimpinan saat itu menyemangati Bulan, “Jangan khawatir mba. Perpus kita
walaupun turun derajat, tetapi anggarannya meningkat. Karena perpus kita ada di
lantai 2 full, kita akan menjadi
perpustakaan kementerian, kita melayani pegawai yang ada di 20 lantai, dan kita
satu-satunya perpustakaan yang ada di kantor ini”.
Harapan ini terus menggairahkan
Bulan. Sayangnya Bulan hanya bekerja sendiri, padahal pegawai di perpustakaan
ada 12 orang. Saat buku-buku harus dirapikan kembali pada jajarannya, saat
buku-buku tua dan kusam harus kembali
tersentuh, saat rak-rak buku dan meja kursi butuh sentuhan estetika,
saat itu pulalah para pegawai lainnya lari dari kondisi itu. Pembenahan sangat
berjalan lambat, aktifitas layanan menjadi agak tersendat, kerja cepat tak bisa
diharapkan dari mereka. Maka jadilah Bulan sang single fighter librarian.
Semakin kecewa ketika melihat
perpustakaan tidak cepat berbenah, maka terjadilah “kudeta” beberapa ruangan
perpustakaan yang belum maksimal digarap untuk menjadi tempat unit lain
bekerja. Padahal ruang-ruang tersebut disiapkan
menjadi modal untuk pengembangan perpustakaan dan layanannya 10 tahun ke depan.
Apa hendak dikata. Bulan harus tetap optimis. Selalu ada cara untuk tetap maju
dan berkarya.
Kini sedikit demi sedikit,
perpustakaan mulai menemukan bentuknya. Manajemen perpustakaan mulai digarap
dengan baik. Keberadaannya mulai dirasakan para pegawai bahkan juga pengunjung
dari luar. Manfaatnya mulai terasa. Walaupun pergerakannya masih sangat lamban
tetapi perubahan ke arah yang lebih baik makin terlihat. Selalu ada hasil
diatas kerja keras yang ditanam, walau tidak sesempurna yang diidamkan, begitu
pikir Bulan. Apakah ini ada kaitannya dengan lokasi perpustakaan yang
strategis? Ataukah karena perpustakaan mulai seatle karena gak pindah-pindah lagi? Wallahu a’lam.
(Hariyah A.)
0 komentar:
Posting Komentar