Beberapa hari lalu Bulan sang
pustakawan kedapatan dua orang mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir
alias skripsi tergopoh-gopoh datang ke perpustakaan. Saat itu jam sudah
menunjukkan pukul 16.10. Dengan nafas
yang belum stabil mahasiswa itu mengatakan ingin ke perpustakaan, melihat-lihat
dan mencari beberapa rujukan terkait kerukunan umat beragama. Bulan muncul
jahilnya. Dengan nada agak berat dia berkata, “ Perpustakaan akan tutup jam
16.30. Kenapa kamu baru datang jam segini. Kamu gak bakal bisa mencari dengan
santai dan leluasa. Makanya kalo kamu punya tugas apalagi skripsi, apalagi kamu
akan sidang proposal, ya yang serius dong. Sekarang saya mau siap-siap pulang,
gimana dong…”. Bulan memandangi mahasiswa itu dengan tajam dan rasanya ingin tertawa.
“Bu, please…saya mo sidang
proposal besok senin. Boleh ya bu,
gapapa sebentar aja. Kata pembimbing saya, buku yang dimaksud ada di sini. Dan
kami tadi kesasar. Jadi kesorean sampe sini”.
Wajah mahasiswa itu memelas dan terdiam dalam kekecewaan. Terbayang
penolakan yang akan keluar dari mulut Bulan
sang pustakawan.
“Kamu mau jawaban apa dari saya”
sahut Bulan sambil sesekali menutupi
wajahnya karena takut ketahuan menahan tawa. Mahasiswa itu masih terdiam dan
pasrah. “Yeay….kamu boleh masuk ke perpustakaan…kamu boleh pake OPAC nya,
silakan melihat-lihat koleksinya, di dalam ada wifi nya kamu bisa pake. Kamu
juga bisa ke pojok gratis. Di sana ada beberapa jurnal hasil-hasil penelitian
kami yang bisa kamu ambil. Apa perlu saya temani…” sambil Bulan memperagakan
gaya seolah-olah mempersilahkan tamu agung masuk ruangan resepsi. Mahasiswa itu
langsung berlompatan kegirangan dan meraih tangan Bulan untuk salim.
“Yes….makasih banyak ya buuu… Gapapa bu gak usah ditemani”. Langsung
mereka berhamburan ke ruangan koleksi bak menemukan harta karun.
Pernah juga suatu ketika tahun
2017 lalu, Bulan menghadapi pengunjung perpustakaan yang sedang menyelesaikan
program doktoralnya. Ada beberapa data yang beliau cari tidak ditemukan. Mencoba
peruntungan datang ke perpustakaan dan bertemu dengan Bulan sang pustakawan.
Cari dan cari akhirnya Bulan menemukan beberapa referensi yang bisa jadi
jawabannya ada di situ. Yang pertama adalah buku tentang muktamar kementerian
agama tahun 1957, kedua adalah buku sejarah kementerian agama edisi stensil
alias buku lawas dan ketiga adalah penelitian tentang pendidikan Islam tahun
1970an. Bagaikan orangtua bertemu anaknya yang hilang. Peneliti tersebut girang
bukan kepalang. Pertanyaannya terjawab di sini. Bulan ikut merasakan
kebahagiaan yang dirasakan orang tersebut. Tetapi lagi-lagi gak seru kalau
tidak usil, begitu pikirnya.
“Mbak, kemarin saya sempat
muter-muter perpus di Jogja. Saya gak nemu bahan ini. Alhamdulillah ternyata
ketemunya di sini. Senang banget saya mbak. Ini bisakah saya pinjam, besok saya
kembalikan. Atau bisakah difotokopi juga. Karena besok saya sekalian mau ke
perpusnas, dan saya siangnya harus balik kembali ke Pekanbaru menyelesaikan
disertasi saya”
“Wah gimana ya pak, buku ini tidak
kami pinjamkan untuk dibawa pulang.
Bapak silakan baca di tempat. Untuk fotokopi kami tidak menyediakan.
Fotokopi hanya untuk kebutuhan pegawai saja. Kecuali Bapak butuh fokopi beberapa halaman saja,
mungkin bisa dilayani. Soalnya ini buku
sudah tua dan langka. Dan ini produk internal kami yang memang tidak ada
di luaran”. Bulan mendramatisir keadaan.
“Waduh, bagaimana ya mba…apakah
tidak ada keringanan mba. Buku ini sangat penting sekali. Boleh ya mba” pinta
Bapak itu yang juga seorang dosen, dengan sedikit memelas.
“Jadi mau Bapak apa? Memaksa saya
agar meminjamkan buku itu? Kalau hilang bagaimana? Bapak mau tanggung jawab?”
Bulan pura-pura marah. Bapak itu masih terdiam dalam bimbangnya. “Jadi begini
saja Pak. Bapak boleh bawa buku itu. Bapak silakan fotokopi sesuai keperluan.
Bapak tinggalkan KTP asli Bapak di sini.
Esok sebelum ke perpusnas, Bapak silakan kembalikan terdahulu buku tersebut.
Begitu kan mau Bapak. Kalau demikian halnya, baiklah saya acc keinginan Bapak”. Sambuil Bulan tersenyum lebar dan puas. Bapak
tadi pun ikut tertawa-tawa. Sambil menarik nafas lega dan menggeleng-gelengkan
kepalanya, kena dikerjain Bulan. Sambil
mengucapkan terimakasih, Bapak tadi berlalu dari hadapan Bulan. Kejadian ini
membuat komunikasi dan jejaring Jakarta-Pekanbaru terus berlanjut.
Pada kali yang lain pun sekitar
tahun 2012, Bulan sempat jahil. Kali ini sepasang suami istri yang sudah paruh baya, datang ke
perpustakaan. Mereka ini habis menghadiri sebuah seminar di Jakarta. Suaminya
seorang dosen dan istrinya seorang guru. Mereka sampai di perpustakaan
menjelang asar.
“Bu, apa bisa bantu kami. Kami
membawa proposal permintaan hibah buku untuk perpustakaan kami. Mahasiswa di
tempat saya mengajar masih kekurangan bahan-bahan bacaan” begitu penjelasannya
sambil menunjukkan proposalnya.
“Wah, kalo untuk keperluan ini,
kami harus sampaikan dahulu ke pimpinan. Biar didisposisikan bagaimana tindak
lanjutnya. Jadi keputusannya belum tentu bisa hari ini” jelas Bulan.
“Gapapa bu, yang proposal nanti
kami tunggu kabar saja. Untuk yang hari ini bisa kah bu kami mendapatkan satu
atau dua judul saja yang kebetulan tadi saya lihat-lihat di rak display,
relevan dengan seminar yang tadi kami hadiri. Itu penting sekali bu untuk
membuat tulisan kajian saya” begitu pintanya.
Sebenarnya Bulan bisa saja meng-acc. Stok buku tersebut masih ada dan
cukup. Kalau hanya dikeluarkan segitu, bisa langsung dilayani. Mereka tinggal
isi tanda terima buku yang sudah di acc
pimpinan. Tapi Bulan pengen jahil. “ Kalau keinginan Bapak tidak bisa saya
penuhi bagaimana Pak. Kalo seratus orang model kayak gini, bisa bablas pak
perpus kita” Ketus Bulan.
“Kami ini dari daerah bu.
Kulonprogo pedalaman. Akses buat buku-buku sangat terbatas. Mbok yo kita di
kasih Bu. Akan sangat besar manfaatnya Bu”. Bulan pura-pura berfikir panjang
dan dengan nada setengah menyesal menyampaikan ke mereka, “Maaf, bukannya kami
tidak bisa bantu. Tapi prosedurnya memang begitu pak. Harus menunggu disposisi
pimpinan baru bisa dikeluarkan bukunya kalo di-acc. Bagaimana Pak..” jelas
Bulan memelas.
“Baiklah kalau begitu Bu. Saya yo
tidak bisa memaksa. Mungkin memang belum rejeki kami” begitu jelasnya dengan
pasrah. Saat akan meninggalkan ruangan, salah satu staf perpustakaan yang
memang sebelumnya sudah diminta Bulan mempersiapkan 2 judul yang dimaksud
berikut tanda terimanya, menyodorkan kertas yang harus ditanda tangani Bapak
itu sambil meminta KTP aslinya untuk difotokopi.
Sambil merasa bingung tapi
senang, Bapak dan istrinya tersebut saling berpandangan dengan senyum merekah
di bibirnya. “Ini terima kasih banyak lho bu. Ya, Allah, kami kira yo tenan ra
iso. Ibu ini baik lho ternyata” begitu yang Bulan sempat ingat ucapannya. Bapak
dan istrinya langsung melafal doa-doa
dan agak panjang. Intinya mendoakan Bulan dan keluarga besar perpustakaanya
selalu sehat, sukses dan diberkati Allah. Bulan senang. Kejahilannya berbuah doa yang
menyejukkan dan menentramkan. Bahkan kira-kira setahun setelah kejadian itu
Bapak tersebut silaturahim ke perpustakaan dan menghadiahi sebuah mukenah yang
indah buat Bulan.
Bulan sang pustakawan punya sisi
lain, sisi jahil. Baginya pemustaka yang ingin dipermudah urusannya harus
dikerjain dulu. Biar ada usaha dahulu. Gak ujug-ujug permintaannya langsung
dipenuhi. Pustakawan rada jual mahal. Padahal ya itu cuma shock therapy aja. Biar ada kenangan manis dan indah dengan
pemustaka. Pengalaman jahilnya masih banyak, bagaimana dengan Anda...? (Hariyah
A.)
0 komentar:
Posting Komentar