Seringkali jika
bertemu dengan orang yang baru dikenal, dan baru tahu jika kita adalah
pustakawan, pasti kalimat yang terlontar pertama adalah sebagai penjaga buku. Lha,
dikiranya satpam buku ya, hahaha... x)
Tugas sebagai
pustakawan secara umum meliputi layanan referensi, layanan perpustakaan dan
pengolahan. Serta pengembangan perpustakaan dan pengembangan profesi. Kita nggak
perlu jauh-jauh membahas tugas tersebut satu per satu secara teoritis. Saya akan
mengulas tugas pustakawan berdasarkan realita yang memang dikerjakan
sehari-hari.
Layanan Referensi
Jangan bayangkan
layanan referensi di perpustakaan sekolah sama dengan layanan referensi di perpustakaan
perguruan tinggi maupun di perpustakaan daerah. Layanan referensi di
perpustakaan sekolah, lebih sederhana dan fleksibel. Seringkali siswa menanyakan
materi tugas sekolah. Misal, saat mata pelajaran Agama Islam bagi kelas XII,
setiap siswa harus mencari tokoh agama yang berbeda untuk dipersentasikan. Tugas
mata pelajaran Kewirausahaan dan Prakarya kelas XII, setiap kelompok harus
membuat minuman berbahan dasar tumbuhan yang anti mainstream. Ada yang memilih
temanya minuman berbahan dasar dari papaya. Kalau pelajaran Kewirausaahn dan Prakarya
ini, pustakawannya paling bahagia, soalnya seringkali jadi ‘kelinci percobaan’
bagi makanan/ minuman yang mereka buat, hahaha... #AjiMumpung
Sama seperti
perpustakaan sekolah negeri pada umumnya, perpustakaan sekolah tempat saya
bekerja sebenarnya juga nggak begitu banyak jumlah buku yang bisa menjadi
sumber rujukan. Tapi meskipun begitu, ada juga beberapa siswa yang sudah lulus
sekolah dan kini menjadi mahasiswa sering main ke perpustakaan sekolah untuk
minta dicarikan referensi. Yang terbaru kemarin adalah siswa yang sedang
berstatus mahasiswa tingkat akhir di suatu kampus, minta dicarikan referensi
untuk skripsinya yang membahas tentang toleransi beragama di Indonesia. Pas
banget perpustakaan sekolah baru dapet kiriman buku dengan tema tersebut dari
penerbit.
Saya seringkali
bertanya kepada mereka kenapa tidak mencari di perpustakaan kampus atau
perpustakaan daerah, rata-rata jawaban mereka didominasi dengan pernyataan jika
perpustakaan lain terlalu banyak aturan, pustakawannya galak dan juga nggak
bisa leluasa mencari. Ya, sejak tahun kedua bekerja di sekolah, saya
menghapuskan sistem denda. Ini salah satu aturan yang menurut saya memberatkan
pemustaka. Bukannya mendisiplinkan mereka, yang ada malah jadi takut ke
perpustakaan. Pustakawan galak, nah ini yang jadi problem berat. Banyak perpustakaan
bagus, megah maupun mewah tapi sepi pengunjung, biasanya justru karena
pustakawannya nggak friendly alias galak.
Apakah saya galak? Kelihatannya saya sering cengar-cengir dan jarang banget
baperan kalau bersama murid. Tapi sesungguhnya saya akan uber meski ke ujung
dunia jika seorang siswa belum mengembalikan buku, hahaha... Buku aja nggak
bisa dijaga, apalagi hati anak orang?!? x)) #MalahTjurhat Jadi seorang pustakawan,
tetap bisa bersikap tegas tanpa harus menampilkan raut muka yang galak dan
jutek.
Oya, selain
nanya tentang tugas, siswa juga banyak yang nanya tentang hal-hal di luar tugas
pelajaran. Seperti jurusan-jurusan kuliah (entah kenapa mereka lebih sering
bertanya ke saya, padahal kan sudah ada guru BK), dan seringkali juga
tjurhat-tjurhat nggak jelas ala anak sekolah; mulai dari masalah pertemanan
sampai masalah percintaan remaja, hahaha... Meskipun ini nggak masuk juknis
pustakawan, sampai sekarang senang-senang aja menjalaninya, siapa tahu nanti
bisa jadi kumpulan cerita yang bisa dibukukan :D
Layanan Sirkulasi
Meliputi peminjaman
maupun pengembalian buku. Dulu, waktu awal bekerja di perpustakaan sekolah,
saya masih menerapkan perpanjangan semua buku setiap seminggu sekali. Saya keteteran
banget, apalagi awal-awal bekerja kan waktunya paling banyak terkuras untuk
pengolahan. Tahun ketiga, untuk buku pelajaran paket, saya ganti sistem peminjamannya
menjadi satu satu semester dan satu tahun. Dan untuk buku fiksi atau buku popular
lainnya, dibuat rentang waktu dua minggu. Sebenarnya buku-buku referensi kan
tidak boleh dibawa pulang alias baca di tempat, tapi ada juga siswa yang ingin
meminjam kamus (karena di rumah tidak punya) untuk mengerjakan tugas atau siswa
ingin membaca buku ensiklopedia di rumah (karena waktu istirahat di sekolah
terbatas), saya izinkan dengan syarat kalau tidak mengembalikan tepat waktu dan
selagi bukunya belum dikembalikan, tidak bisa meminjam buku yang lain. Resiko rusak,
bahkan hilang pasti ada. Tapi prinsip saya: lebih baik buku rusak karena dibaca
daripada disimpan terlalu lama toh akhirnya rusak juga dimakan rayap x))
Layanan Pengolahan
Bulan kedua bekerja di perpustakaan sekolah,
saya mulai menyicil untuk membarcode buku-buku yang ada. Apalagi waktu itu kan
sudah ada program SLIMS, semuanya sudah tersedia di program itu. Mulai dari
katalog online, labelling dan barcode. Meskipun begitu, sampai sekarang masih
ada saja yang bilang saya kerajinan banget semua buku pelajaran pake di barcode
juga. Memang sih, rata-rata sekolah lain hanya di inventaris ke buku induk dan
di cap saja. Tapi apa salahnya di barcode dengan sistem SLIMS. Capek di awal,
sebenarnya memudahkan pekerjaan selanjutnya. Jika semua buku sudah dibarcode,
sebenarnya memudahkan semua urusan administrasi perpustakaan. Seperti sudah
terklasifikasi mana buku pelajaran, mana buku fiksi, mana buku ensiklopedia dan
sebagainya. Data peminjam juga langsung terdeteksi, tinggal di print. Bahkan buku
apa saja yang pernah dipinjam juga terdata secara apik.
Shelving Buku
Ini salah
satu pekerjaan pustakawan yang tak terlihat tapi justru paling berat alias
barbelan buku. Pagi udah dirapihin, siang udah mulai tebar; di meja-meja dan
juga buku-buku yang nyempil dipaksakan masuk deretan buku lain di rak.
Untuk pengembalian
buku, sebenarnya sudah ada tempatnya tersendiri, disamping meja pelayanan. Nanti
biasanya kami kembalikan sesuai dengan nomer klasifikasinya. Nah, yang suka ‘kecolongan’
berantakan itu ya kalo ada yang ngerjain tugas di sela-sela rak buku (entah
kenapa banyak siswa yang demen nyempil di rak-rak buku; ngerjain tugas bisa
sambil gegoleran di lantai, ada juga yang sambil dengerin musik).
Perpustakaan kayak
kapal pecah? Sudah pasti. Tapi biarlah mereka mengerjakan tugas dengan gaya apa
pun di perpustakaan, karena mereka biasanya sudah lelah belajar di kelas dengan
duduk rapi. Palingan saya hanya mencak-mencak kalo ada yang gelar karpet di
sela-sela rak buku tapi nggak diberesin ama sampah makanan cemilan/minuman yang
nggak mereka buang, hahaha... Ya gitu deh, mereka paling takut kalo
pustakawannya ini udah mencak-mencak soal kebersihan... tapi kok ya nggak kapok
juga ke perpustakaan x))
Cleaning Services
Mungkin bagi
perpustakaan sekolah swasta, sudah ada petugas khusus untuk kebersihan perpustakaan.
Tapi bagi perpustakaan sekolah negeri, bisa dipastikan hampir 90% pustakawannya
juga merangkap juga jadi tukang bersih-bersih; mulai dari nyapu, ngepel,
elap-elap meja jendela dan perabotan lainnya, bahkan sampai bersihin
langit-langit yang sawangan. Pustakawan gimana mau ayu, kalo pagi-pagi udah
berjibaku dengan debu-debu seperti ini, hahaha... x))
Tidak hanya
urusan bersih-bersih yang harus diemban, pustakawan sekolah negeri juga
dituntut serba bisa. Mulai dari harus bisa memperbaiki printer yang eror,
pasang-pasang pajangan yang menempel di tembok alias paku-memaku, masang lampu
kalo ada yang putus, bahkan sampai urusan bongkar pasang korden yang abis
dicuci. Pustakawan sekolah udah kayak tukang sate, semua dikerjakan sendiri x))
Pengembangan Perpustakaan
Salah satu
cara mengembangkan perpustakaan melalu koleksi tanpa biaya adalah memperbanyak
koneksi dan juga butuh kreativitas dan inovasi seorang pustakawan. Ada banyak
hal-hal inovasi yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah bekerjasama dengan
penulis atau penerbit. Perpustakaan sekolah kami, sudah beberapa kali mendapat
tawaran kerjasama dengan pihak penerbit untuk mengadakan diskusi buku secara
gratis. Begitu juga dengan banyak sekali penulis yang mengirimkan buntelan
buku. Caranya, rajin-rajinlah pustakawannya mengulas sebuah buku. Lagipula,
menulis resensi buku juga menjadi salah satu tugas pustakawan yang masuk dalam
juknis loh. Sambil menyelam minum air, sambil nulis ulasan buku juga kecipratan
buku gratis. Lumayan banget, kan ;)
Pengembangan Profesi
Sejujurnya,
sampai sekarang ini saya tidak mengikuti organisasi berlabel perpustakaan apa
pun. Bahkan IPI di Lampung saja ada dualisme kepengurusan, yang membuat bingung
pustakawan rakyat jelata macam kami, hahaha... begitu juga dengan grup-grup di
wa, saya tidak terlalu banyak mengikuti grup-grup perpustakaan/pustakawan. Selain
orangnya yang itu lagi itu lagi, yang dibahas sebenarnya juga itu lagi itu lagi
tanpa solusi. Bukannya menambah wawasan, yang ada malah bikin pening, hahaha...
x))
Saya baru
mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi tahun ketiga bekerja di perpustakaan
sekolah. Itupun tidak masuk lima besar saat di provinsi. Sebenarnya setelah
mengetahui ‘situasi’ di pemilihan, saya sudah bertekad tidak akan ikut lagi
apalagi kalo jurinya sama. Barulah tahun 2015, alias tahun kelima bekerja, saya
ikut lagi karena tahu jurinya sudah ganti, hahaha... dan malah nggak menyangka
langsung juara 1. Mungkin memang belum rezeki, meski sudah juara 1, masih belum
lolos buat ikut ke nasional karena terkendala persyaratan masa kerja (kalau
nggak salah waktu itu minimal 7 tahun).
Tahun berikutnya, 2016, saya pikir
nggak bisa ikut lagi Pemilihan Pustakawan Berprestasi karena sudah pernah juara
1 provinsi, tapi ternyata saya boleh ikut lagi (karena seperti dikatakan
sebelumnya, belum ikut ke nasional). Jujur, saya sudah nggak fokus dengan
pemilihan ini. Selain karena adanya renovasinya ruangan perpustakaan yang
sungguh menguras tenaga, saya juga malah ikut Pemilihan Tenaga Kependidikan
Berprestasi profesi Tenaga Perpustakaan yang diadakan oleh Dinas Pendidikan
Kota Metro. Hasilnya? 2016 malah menggondol tiga piala sekaligus: Juara 3
Pemilihan Pustakawan Berprestasi tk Provinsi yang diadakan Badan Perpustakaan
& Arsip Daerah Provinsi Lampung,
juara 1 Pemilihan Tenaga Kependidikan Berprestasi profesi Tenaga Perpustakaan yang
diadakan oleh Dinas Pendidikan Kota Metro (dan melaju ke nasional sebagai
finalis perwakilan dari Lampung), dan Juara 3 Lomba Perpustakaan SMA/ sederajat
tk Provinsi yang diadakan oleh Badan Perpustakaan & Arsip Daerah Provinsi
Lampung. Maruk banget ya, hahaha...
Nggak berhenti di situ, tahun 2017 masih
ikut lagi. Dan kali ini Juara 1 Pemilihan Pustakawan Berprestasi tk Provinsi
yang diadakan Badan Perpustakaan & Arsip Daerah Provinsi Lampung. Sebenarnya ikut pemilihan
ini nggak ada target apa-apa, saya sudah sangat senang karena kali ini bisa
melaju ke nasional. Kalo ke nasional, ya nggak usah ditanya, isinya
pustakawan-pustakawan hebat semua. Saya hanyalah butiran-butiran debu diantara
mereka. Saya sudah senang dengan membuktikan bahwa pustakawan sekolah juga bisa
bersanding dengan pustakawan-pustakawan lainnya yang lebih besar baik dari sisi
perpustakaannya, jabatan maupun masa kerjanya. Apalagi di tahun itu hanya dua
perwakilan pustakawan sekolah yang bisa tembus ikut ke nasional pemilihan yang
diadakan PERPUSNAS ini. Selain saya, perwakilan dari NTT juga merupakan
pustakawan sekolah.
2018 saya pikir sudah tidak akan ikut apa-apalagi, ternyata
masih diberi kesempatan dan alhamdulillah masih bisa membawa nama baik bagi
perpustakaan sekolah dengan menjadi Juara 2 Lomba Perpustakaan SMA/ sederajat
tk tk Provinsi yang diadakan oleh Dinas Perpustakaan & Arsip Daerah Provinsi
Lampung. Oya sampai lupa, pas tahun 2014 juga Juara 2 Lomba Perpustakaan SMA/
sederajat tk tk Provinsi yang diadakan oleh Badan Perpustakaan & Arsip Daerah
Provinsi Lampung.
Apakah tahun-tahun berikutnya masih terobsesi dengan Lomba
Perpustakaan SMA/ sederajat tk tk Provinsi? Sepertinya tidak, karena saya sudah
mengukur kemampuan perpustakaan sekolah memang mustahil bisa mencapai juara 1
jika ikut lagi. Ada banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah perpustakaan
sekolah yang belum merupakan gedung, masih berupa ruangan kelas. SDM yang belum
sesuai, kami hanya berdua. Juga faktor koleksi yang masih didominasi buku paket
pelajaran. Perlu diketahui, buku paket pelajaran, jika lomba perpustakaan tidak
dianggap koleksi, karena sebenarnya buku paket itu diluar tanggungan
perpustakaan sekolah. Padahal realitanya, bunyi juknis di BOS, pengadaan buku
memang harus buku paket pelajaran. (Nanti akan saya bahas di postingan khusus)
Perpustakaan
sekolah bisa berkembang dan diakui di luar, tidak membutuhkan biaya yang besar.
Hanya butuh konsekuensi pustakawannya untuk kreatif dan berinovasi. Itu saja
kuncinya. Dukungan dari pihak sekolah juga sebenarnya poin ke sekian, justru
jika perpustakaan sekolah mulai diakui di luar, pihak sekolah juga akan
mengakui keberadaan perpustakaan sekolah kita.
Promosi Melalui Media Sosial
Promosi perpustakaan
melalui media sosial tidak membutuhkan biaya yang besar tapi memberikan dampak
yang lumayan besar. Hanya dibutuhkan waktu dan tenaga pustakawannya. Melalui
media sosial, perpustakaan tidak hanya dikenal oleh siswa-siswa yang ada di
sekolah, tapi juga pihak luar seperti penulis maupun penerbit yang mengajak
untuk kerjasama. Sekarang, sudah banyak sekali akun-akun perpustakaan yang
mengikuti jejak konsep instagram @perpussmanda. Kunci dari akun perpustakaan adalah
menampilkan kegiatan pemustakanya. Karena seringkali salah kaprah (terutama
perpustakaan-perpustakaan daerah) justru malah lebih sering menampilkan petugas
perpustakaannya yang kunjungan ke sana-sini dan malah jarang terlihat pemustakanya
x))
Itu tadi
adalah penjabaran tugas-tugas pustakawan sekolah. Masih bilang pustakawan
kerjaannya cuma jaga buku aja?!? Jaga hati kamu gimana?!? :D
Ditulis oleh
Luckty Giyan Sukarno
Pustakawan SMA Negeri
2 Metro, Lampung
Baguslah menjaga buku sama saja selalu dekat dengan ilmu yang bermanfaat kalau selalu kita serap tiap hari tentu wawasan kita akan menambah..😄😄
BalasHapusMantabs pekerjaan dan prestasinya mb lucky....maju terus perpustakaan dan pustakawan sekolah....
BalasHapuspustakawan sekolah memang hrs lebih kreatif ya, dg buku yang minim dan perlu kreatif agar banyak ayng datang ke perpus
BalasHapussaya saat kuliah kesel ketemu pustakawannya jutek bahkan menerapkan dendanya sadis bisa nggak dibolehin lulus kalau masih ada tanggungan buku yg dipinjam. yang ramah justru perpustakaan di SMA. Bahkan saat classmeeting saya lebih memilih lari sama temen ke perpustakaan daripada ke kantin (karena ada AC nya hahaha).
BalasHapusPustakawan galak nggak masalah buat saya. Soalnya yang begitu itu bisa menjaga buku-buku tetap lengkap dan kembali tempat waktu. Karena waktu sekolah dan kuliah emang suka baca buku, petugasnya kayak apapun, nggak masalah.
BalasHapusTapi kalau dibilang kerja pustakawan cuma jaga buku, lha kerja BTS engineer ntar dibilang cuma masang kabel di tiang Telkomsel doang?
http://bit.ly/pustakawanblogger
BalasHapusKo ga bisa masuk kk
Mbak, mau tanya dong... di atas kan dijelaskan kalau Mbak menghapuskan sistem denda.. nah untuk mendisiplinkan siswa agar mengembalikan buku yg dipinjam tepat waktu dan tidak sampai menghilangkan buku yg dipinjam bagaimana?
BalasHapusTerima kasih.
Semoga pertanyaan saya ini dijawab...