Kursi Terbang dari
Onggokan Kertas
Hari
ini begitu banyak orang memberikan ucapan dan do-doa terbaiknya untuk ibunda
tercinta. Ya, Ibu sosok yang luar biasa. Wajar bahkan sepatutnya ibu
mendapatkan perhatian yang lebih, baik oleh anak-anaknya bahkan negara
sekalipun. Begitupun ibu di mata sang pustakawan yang satu ini. Ya bagi Bulan,
ibu adalah sosok tangguh yang mengagumkan.
Bulan
jadi ingat, saat kecil dahulu ibu sering mendapat kertas-kertas bekas baik dari
tetangga ataupun dari orang yang tak dikenal sekalipun. Untuk apa kertas-kertas
itu. Ya itu adalah kertas-kertas bekas untuk membungkus dagangan ibu karena ibu
berjualan sayuran. Orang memberikan secara cuma-cuma kepada ibu. Ibu dengan
senang hati menerimanya. Dari sekian banyak kertas bekas itu, ada yang berupa
buku bekas, majalah bekas, koran bekas, dan lembaran-lembaran lepas.
Apa
semua kertas-kertas itu untuk membungkus dagangan ibu. Tidak. Ternyata ibu
mampu melakukan klasifikasi. Klasifikasi sederhana dengan memisahkan mana
kertas-kertas tersebut yang akan dipakai untuk membungkus dagangan, dan mana
yang akan disisihkan untuk Bulan kecil belajar membaca dan menulis. Maklumlah,
ibu dengan kondisi ekonomi yang sederhana memaksa otaknya berfikit keras untuk bisa
memenuhi kebutuhan informasi dan edukasi anak-anaknya.
Kertas
hasil pilahan ibu memang tidak salah. Pilahan yang tepat. Banyak sekali
tumpukan kertas itu berupa buku-buku bacaan atau buku cerita yang menarik untuk
Bulan kecil. Ibu membiarkan Bulan kecil yang belum bisa membaca dan menulis itu
untuk men-corat-coret dan berkhayal dengan gambar yang dilihatnya. Ibu
tersenyum bahagia saat melihat betapa antengnya Bulan kecil menikmati dan
menelususri tiap halaman yang membawa imajinasinya jauh ke negeri antah
barantah.
Sebuah
buku tentang kursi terbang mencuri perhatian Bulan kecil begitu rupa. Ya
lembaran buku itu sudah lepas-lepas dan lecek. Halamannya sedikit lusuh dan
kusam karena beberapa coretan tak beraturan dan berdebu. Tetapi buku itu full colour, gambarnya menarik dan hidup.
Tak henti-hentinya Bulan kecil memandangi dan mulutnya berkomat-kamit, berceloteh sendiri membaca buku tersebut menurut
imajinasinya. Ya tokoh dalam dalam buku tersebut adalah seorang anak kecil yang
sedang duduk di kursi. Kursi itu bisa terbang kemana saja anak itu mau. Seperti
karpet terbangnya Aladin yang terbang
ke sana kemari sesuka hati membawa Aladin
berkelana. Sebuah kursi terbang yang membawa gadis kecil itu melihat pemandangan indah dari atas.
Bulan
kecil tak bosan-bosannya membaca buku itu. Dan Bulan kecil selalu memamerkan
kepada ibunya bahwa Bulan kecil ingin terbang juga seperti anak kecil dalam
buku cerita itu. “ Ibu, kapan-kapan Bulan mau terbang ya bu sama kursi ini.
Bulan mau pergi ke mana ajah,” celetuk Bulan kecil sambil menatap ibunya dengan
senyum khas bocah lima tahun. Ibu hanya
tersenyum, “Iya nak, suatu saat kamu pasti bisa terbang, kamu bisa mejelajah
bumi yang luas ini,” jawab ibu yakin selaksa doa yang mantap dipanjatkan ibu
kepada Tuhannya sambil mengelus kepala Bulan kecil.
Ibu
dan harapannya selalu menjadi doa yang diaminkan semesta. Kini Bulan merasakan
dan menikmati imajinasinya puluhan tahun lalu. Ibu adalah penghantar sejatinya.
Bermula dari seonggok kertas bekas yang membangkitkan mimpi indah untuk
kebahagiaan anak-anaknya, pandangan ibu
jauh ke depan melampaui keterbatasan hidupnya.
semoga bkn hanya 22 Desember saja menjadi hari yg terbaik utk mengingat ibu... tp sepanjang hari sepanjang masa kita trs mengingat dan berbakti bkn hanya pd ibu, tp kedua org tua kita...
BalasHapus