Musibah ini telah membawa
masyarakat dunia pada situasi yang hampir tak menentu. Ya pandemi Covid-19
hampir meluluh lantakan semua sendi kehidupan manusia. Tapi manusia sebagai
makhluk berakal tentu harus bisa bangkit dan menata diri beradaptasi dengan keadaaan
ini. Segala macam cara yang dapat mencegah meluasnya penularan virus ini
dilakukan dengan seksama dan cermat. Semua elemen mulai dari pemerintah hingga
masyarakat kecil berjibaku untuk bersama-sama melawan Covid-19. Hasilnya?
Manusia memang harus berusaha,
tetapi hasilnya tak selalu sesuai harapan. Itulah seni kehidupan, selalu ada
suka-duka yang mewarnai. Kini muncul tatanan kehidupan baru. Ya New
Normal istilahnya,. Ia seolah menjadi gerbang pembuka mulai hidupnya
aktivitas orang yang terbelenggu dalam penjara rumahnya. Seolah tak ingat lagi
apakah virus ini masih menghantui atau tidak. Kehidupan normal baru adalah
kehidupan normal biasa dengan cara baru. Orang harus tetap bermasker, menjaga
jarak, memakai hand sanitizer,
mencuci tangan, dan menggunakan perlenggkapan sendiri. Sudah tepatkah New Normal ini berlaku? Wallahua’lam.
Di kota tempat Bulan bekerja, semua
orang menerapkan protokol kesehatan seperti pakai masker, menjaga jarak, memakai
hand sanitizer, cuci tangan dan
lainnya. Tapi di sisi lain berkerumunnya
orang-orang seolah-olah sudah normal
beneran saja. Contoh kasusnya ada teman sejawat Bulan yang sudah
mengadakan kegiatan kantornya di hotel. Duh seperti sangat mendesak sekali
harus ke hotel. Rasanya, ngeri-ngeri sedaap. Padahal kota tempatnya bekerja masuk kategori red zone. Bulan sempat ngobrol dengan
teman sejawatnya di lain kota, Entong namanya.
“Blm boleh aslinya... Bentar Nyak.
Ane kasi liat tahapan new normal”, begitu katanya kepada Bulan yang biasa
dipanggil Nyak olehnya.
“Yang pertama adalah prakondisi. Di tahapan
prakondisi, setiap daerah harus menyampaikan prakondisi penerapan new normal
dengan memberikan informasi yang jelas, holistik, dan mudah dipahami oleh
masyarakat. Tahapan itu harus disertai aksi pencegahan dan penanganan Covid-19
melalui sosialisasi dan komunikasi publik yang efektif. Tahap kedua adalah timing, yaitu menentukan waktu kapan
suatu daerah dapat memulai aktivitas sosial dan ekonominya, dengan memperhatikan
data epidemiologi tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan, kesiapan
organisasi dan manajemen di daerah serta memastikan kesiapan fasilitas
pelayanan kesehatan. Tahap ketiga adalah prioritas, yaitu proses memilih daerah
atau sektor yang sudah boleh melakukan kegiatan sosial dan ekonomi secara
bertahap. Dalam tahapan ini harus dilakukan simulasi untuk memastikan kegiatan
tersebut dapat berkelanjutan.Tahap keempat adalah koordinasi pusat dan daerah.
Tahap ini merupakan proses koordinasi timbal balik pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan terkait penerapan new normal.
Tahap kelima adalah tahap monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan pemulihan
aktivitas sosial ekonomi itu sendiri.
Entong menambahkan lagi kata-kata
dari Pak Gubernurnya, yang menurutnya sudah pada level galak. ”Saya bisa saja
menutup area publik kalau masyarakat masih tidak disiplin menjalankan protokol
kesehatan. Di kota ini banyak orang berpendidikan, tapi tidak semua yang
berpendidikan mau bersikap disiplin”, begitu kata Beliau. Wah setuju nih sama
Pak Gubernurnya Entong.
“Nyak, baru kali ini gubernur
sampai gitu. Itu termasuk dah kasar lho pak gubernur. Sekarang masuk kawasan
ini wajib masker dan isi buku tamu”, begitu tambah Entong kepada Bulan. Wow,
keren nih gubernunya Entong.
Balik lagi ke kondisi di mana
Bulan tinggal. Mau tidak mau kondisi ini harus diterimanya. Ya Bulan tidak bisa
terus menerus bersembunyi di rumahnya. Walaupun kadang hati kecilnya masih
berontak. Amankah ia di jalan? Itu pertanyaan yang selalu hadir dalam batinnya.
Ya Bulan sang pustakawan adalah juga rakyat biasa. Sebagai aparat sipil negara,
Bulan tentu harus menaati apa saja yang menjadi kebijakan yang dikeluarkan
lembaganya. Walaupun pada praktiknya apa yang dikerjakan di rumahnya bisa
menjadi lebih efektif dan efesin dibandingkan Bulan harus ke kantor. Layanan di
perpustakaan yang dikelolanya memaksimalkan layanan daring dan pemanfaatan
koleksi digital. Tentu perpustakaan tidak butuh kehadiran staf ke kantor dengan
banyak orang, mungkin satu dua orang saja cukup untuk pelayanan di perpustakaannya
yang tergolong perpustakaan khusus dengan pengguna terbatas.
Bulan senyum-senyum sendiri.
Kadang dia tak habis pikir. Manusia tersandera oleh sesuatu yang tak terlihat
tetapi mampu menimbulkan efek bahaya yang luar biasa. Lagi-lagi Bulan jadi
teringat betapa besar kekuasan Tuhan atas semua ini. Dan betapa lemah dan
kecilnya manusia atas ketidakberdayaannya. Ketangguhan dan kesombongan manusia
luluh lantah seketika dengan hadirnya virus ini.
Dalam ketermanguannya, Bulan
menerawang jauh ke dalam susana di mana manusia dapat bergerak leluasa dan
dapat melakukan apa saja yang diinginkannya. Ya, tiba-tiba lamunan Bulan
membawanya melayang ke masa di mana Bulan sangat bersuka ria melanglang
Indonesa dengan program Diseminasi hasil-hasil penelitian lembaganya. Sebuah
program yang mempromosikan terbitan hasil-hasil khazanah intelektual lembaganya
lewat ajang pameran buku yang diadakan di seantero Indonesia.
Sebuah perjalanan yang tak
terlupakan oleh Bulan. Perjalanan yang tak mungkin terjadi untuk saat seperti
ini. Ya, mengingatnya saja sudah cukup memuaskan dan meggembarikan hati Bulan.
Minimal bisa senyum-senyum dan membayangkan keseruan yang terjadi saat itu.
Pernah Bulan akan bertugas ke
Surabaya. Semua tiket dan dokumen yang diperlukan untuk naik pesawat sudah
dipersiapkan dengan baik. Ndilalah di perjalanan, ada demo yang menghambat arus
lalu lintas. Rupanya menghasilkan macet yang agak panjang. Bulan sudah merasa
was-was khawatir tidak keburu perjalanan ke bandara. Ya, benar adanya. Bulan
ketinggalan pesawat meskipun saat itu hanya beberapa menit saja. Dan Bulan
masih mendengar namanya disebut untuk terakhir kalinya. Tetapi ia tak mampu mengejar
dan terlalu lelah apalagi berlari dengan membawa ransel di punggungnya. Pasrah.
Akhirnya Bulan reschedule untuk
penerbangan berikutnya dengan harus membayar sejumlah biaya kembali. Apa boleh
buat. Demi tugas negara.
Cerita lainnya adalah saat Bulan
sedang melaksanakan tugas pemeran di Palu tepatnya di IAIN Palu. Hotel
tempatnya menginap persis di pinggir pantai. Dan setiap malam selepas Isya,
biasanya Bulan dan temannya keluar sebentar untuk membeli sekedar jajanan yang
dijual oleh para kaum ibu di sepanjang jalan raya di depan hotel yang berderet sepanjang
tepian pantai. Bulan bercengkerama dengan salah satu ibu pedagang hingga terasa
haru. Betapa hidup mereka amat sedih dan perjuangan yang begitu rupa untuk dapat
bertahan hidup dengan berjualan setiap malam hingga menjelang dini hari. Ya,
tiga hari setelah pulang dari Palu terjadi musibah gempa yang meluluhlantahkan
Palu dan sekitarnya. Bulan bersyukur masih diberi keselamatan selama berada di
sana. Ia teringat dengan ibu sang penjual jajanan. Bagimana nasibnya. Apakah
dia masih hidup. Hotel tempatnya menginap ikut hancur diterjang sunami,
Begitupun kampus IAIN Palu tempatnya bertugas.
Pada kesempatan lainnya, Bulan
dan dua temannya hampir ketinggalan pesawat menuju Jakarta setelah bertugas di
Banjarmasin. “Barokallah walhamdulillah...masih rejeki kami kembali ke Jakarta
dengan pesawat dan jam yang sama sesuai yang kami pesan. Bagaimana tidak, kami sempat berlari2 dan
nyaris tidak mendengar kalo nama kami disebut berkali-kali untuk segera masuk
ke dalam pesawat. Padahal kami sempat ngopi-ngopi sesaat sebelum masuk ruang
tunggu. Sesampainya di dalam, kami asyik dgn hp masing-masing dan tak sadar tak
mengecek jam. Sampai the last minute kami baru ngeh...dan
segera check in, turun tangga dengan
membawa koper dan ransel, lantas naik mobil penjemput yang isinya hanya kami
bertiga, dan cusss...mobil mengantarkan
kami ke pesawat yang sudah ready.
Saat tiba hanya satu baris bangku itu saja yang kosong, tempat milik kami
bertiga. Hihihi...baru kali ini kami ditunggu pesawat. Mohon maaf ya para kru
dan penumpang lainnya. Tepat 10 menit menjelang take off, kami ready terbang”, begitu kisah Bulan yang baru kali
ini dilayani service excellent maskapai terkemuka kebanggaan Indonesia. Masih rejeki ya sampai ditunggu satu pesawat
gini, hihihi.
Ada juga pegalaman lucu saat
Bulan bertugas ke Pontianak. Setelah tugas pameran selesai sore itu. Bulan dan
temannya hendak mencari makan malam. Kebetulan hotel tempatnya menginap
berhadapan dengan sebuah rumah makan. Tak pikir panjang Bulan dan temannya
pergi ke rumah makan tersebut. Terlihatlah sebuah penampakan menu yang cukup
menggiurkan dan akan dipesannya untuk makan di tempat. Untunglah Bulan baru
melihat-lihat dari luar dan belum sampai masuk ke dalam ruangan. Walhasil
makanan yang akan dipesannya diurungkan setelah melihat tulisan bahwa bahan
baku makanan tersebut adalah daging babi yang haram dimakan bagi muslim seperti
Bulan dan temannya tersebut. Syukurlah Bulan tidak jadi makan. Bulan dan
temannya jadi malu dan senyum-senyum sendiri. Untunglah rumah makan tersebut
jujur dan mencantumkan bahan baku makanannya. Pelajaran buat Bulan dan temannya
nih, agar lain kali baca dan teliti sebelum memesan. Ya Bulan sang pustakawan
bisa kepleset juga yah. Katanya pustakawan literate
tapi ternyata gak biasa membaca juga ya, hihihi. Itulah manusia tempatnya
salah dan khilaf.
Ini adalah perjalan Bulan terkhir
sebelum datangnya wabah Covid-19. Tepatnya saat pameran buku di Braga Bandung. Ini
dia cerita Bulan.
Sore itu ceritanya mau siap-siap ikutan bedah buku, gak terlalu ingat
judulnya apa tapi mc bilang ada Kang Maman Suherman. Ujug-ujug surprised...
Kang Maman lagi liat-liat stand kuliner snack khas Bandung yang posisinya
persis di depan stand saya. Gak melewatkan kesempatan langsung deh
cuzzz....foto bareng. Tapi keren banget deh diskusinya. Kang Maman cerita soal
kegiatan tulis menulis yg digelutinya selama ini.
1. Saat beliau skripsi dan topik
yg diambilnya ttg human trafficking. Ada resiko besar yg dihadapinya
hingga resiko pembunuhan
2. Saat menjadi wartawan dan sempat trauma karena penghinaan seorang
Ibu Artis yg malah menjadi hikmah besar karena beliau akhirnya
memutuskan berhenti jd wartawan gosip Artis
3. Saat bersama gerakan Literasi di perahu pustaka yg mengalami musibah
terbalik di lautan lepas dan tenggelam bersama kapal selama 15 menit...dan
takdirnya beliau masih hidup...
4. Saat harus nginap di ruang mayat RSCM dan membuat puzzle potongan
tubuh mayat yang sudah tak berbentuk...wow
Dan...masih banyak kisah hidup lainnya yg menegangkan dan luar biasa...
Kang Maman...terima kasih...banyak hikmah dan pelajaran yang saya
ambil. Kisah-kisah yang dialaminya dituangkan dalam sebuah tulisan yang
menarik, apik, menggunggah, inspiratif...dan pastinya ada kebenaran yg ingin
diungkap di sana...
Ya ...menulis dengan hati sehingga ada ruh
nya..amati..hayati...amalkan...
Sedikit tips menulis dari Kang Maman, buatlah writing blog dengan
hastag. Saat kebuntuan itu hadir beralihlah ke tulisan yang lain dengan cara
memanggilnya menggunakan hastag tadi. Okeh... menarik dan bisa dicoba.
Super Kang Maman...sore itu terasa bermakna sekali. Saya menjadi
tercerahkan. Warbiasah. Akhirnya Saya harus ke hotel dan bersiap-siap kembali
ke Jakarta.
Oke deh Bulan. Serangkaian
ceritanya menjadi hikmah dan menambah kesyukuran atas nikmat yang selama ini
diberikan Tuhan padanya. Jadi, kamu jangan sedih ya gak bisa jalan-jalan karena
Covid-19. Perjalananmu kemarin-kemarin itu sudah cukp loh ya. Banyak yang tidak
seberuntung kamu. Jadi banyak-banyak bersyukur ya…hihihi.
saya suka bulan dan suka dukanya, meriah sekali kata orang medan
BalasHapusjangan pergi dulu dimasa new normal ... disini setelah new normal banyak pasien covid 4 hari lalu ada 15 selang 2 hari 8 ... kemarin 0 semoga kedepan udah 0 terus
BalasHapus