Oleh: Dr. AHMAD SYAWQI, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia Provinsi Kalsel)
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa 7 Juli merupakan moment yang sangat penting bagi para pustakawan Indonesia karena pada tanggal tersebut telah ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Pustakawan Indonesia (HLPI) yang bernaung dalam sebuah organisasi profesi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) sebagai wadah perjuangan dan berkiprah dalam pengembangan kepustakawanan di Indonesia yang kini telah berusia 47 tahun (7 Juli 1973 – 7 Juli 2020).
Kita semua tentu menyadari bahwa peringatan HLPI ini tidak sepopuler hari-hari peringatan lainnya. Ini membuktikan bahwa profesi pustakawan, belum dikenal luas oleh masyarakat. Padahal Pustakawan adalah sebuah profesi yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari teori praktik dan diuji dalam bentuk ujian dari sebuah universitas atau lembaga yang berwenang serta memberikan hak legalitas keilmuan kepada yang bersangkutan untuk mengamalkan ilmu yang mereka peroleh.
Hal ini tentunya menjadi kewajiban kita semua para pustakawan dan organisasi IPI untuk lebih mengenalkan profesi pustakawan kepada masyarakat.
Paradigma Pustakawan
Dalam Undang-Undang Perpustakaan nomor 43 tahun 2007 menyebutkan Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa Pustakawan adalah sebuah profesi yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus baik teori maupun praktek yang diperoleh dari sebuah lembaga pendidikan yang berwenang serta memberikan hak legalitas keilmuan kepada yang bersangkutan untuk mengamalkan ilmu yang mereka peroleh yang selalu dikaitkan dengan mereka bekerja di perpustakaan melalui penyediaan beragam informasi dan membantu melayani orang dalam menemukan berbagai kebutuhan informasi para pemustaka.Pustakawan sebagai orang yang profesinya selalu diidentikan dengan dunia pustaka yang bekerja di perpustakaan, sampai detik ini sebutan “pustakawan” masih belum banyak ‘dikenal’ dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, pengacara, peneliti, guru dosen, dan sebagainya. Profesi pustakawan cenderung masih diremehkan dan dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat awam serta kalangan akademisi. Masyarakat lebih ‘mengenal’ pustakawan dengan sebutan ‘staf di perpustakaan’, ‘pegawai di perpustakaan’, ‘tukang susun buku’ atau bahkan ‘penjaga buku di perpustakaan’.
Pernyataan tersebut tentu terlontar bukan tanpa alasan, berdasarkan pengamatan profesi pustakawan memang masih belum begitu memiliki greget di masyarakat apabila dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi pustakawan cenderung masih diremehkan dan dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat awam serta kalangan akademisi.
Memang paradigma yang berkembang di masyarakat pada saat ini terhadap profesi pustakawan adalah pustakawan sebagai “penjaga buku”. Namun paradigma ini tentu tidak akan berkembang luas apabila tidak didukung dengan perilaku dari pustakawan yang justru mengukuhkan pandangan masyarakat awam ini. Paradigma ini terbentuk karena akumulasi dari sikap, perilaku dan cara pustakawan dalam mengaktualisasikan diri di hadapan pemustaka cenderung bermuatan negatif. Sikap tersebut antara lain bersikap pasif dan tidak responsif terhadap kebutuhan pemustaka, tidak melakukan pekerjaan yang berarti serta bekerja tanpa inovasi dalam melayani pengguna, tidak menguasai semua informasi yang terdapat di perpustakaan dan tidak mampu membangun komunikasi dengan pemustaka.
Dalam pandangan saya, menjadi pustakawan justru merupakan sebuah profesi yang sangat MEMBANGGAKAN dan profesi yang sangat MULIA dan TERHORMAT. Sama halnya dengan profesi lainnya. Menjadi seorang pustakawan, berarti kita harus siap melayani banyak orang. Melayani kebutuhan informasi para pemustaka, melayani dengan senyuman, dan tentunya melayani dengan keikhlasan serta kerendahan hati. Energi hati yang ikhlas menyulut aktivitas positif yang bermanfaat untuk diri kita sendiri dan orang lain.
Nabi Muhammad saw. sangat menghargai seorang pustakawan yang diibaratkan sebagai AKTOR utama yang menjadi mediator atau perantara dalam pencarian ilmu dengan pemustaka. Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi seseorang dalam meraih ilmu, maka Allah akan memudahkannya dalam meraih jalan ke sorga”. (Hadis Shahih Riwayat Muslim No 2699). Dari hadis tersebut menggambarkan betapa mulianya profesi seorang pustakawan yang tentunya menjadi aktor dalam mencerdaskan umat manusia dari ketidaktahuan menjadi orang yang tahu atau berilmu pengetahuan.
Bayangkan, ketika pemustaka masuk ke perpustakaan, kemudian ia mencari informasi yang sangat diperlukan, tentunya harus bertanya dengan pustakawan yang ada di perpustakaan tersebut. Orang yang berkunjung ke perpustakaan tentunya mereka yang haus dengan ilmu atau informasi yang diperlukan. Sungguh suatu kebahagiaan yang tak terhingga bisa berbagi dan membantu pemustaka mencari informasi yang dibutuhkan. Saat berhasil membantu pemustaka menemukan informasi yang dibutuhkan, sungguh ada kepuasan batin tersendiri dan kebanggaan menjadi pustakawan.
Kita patut bersyukur saat ini profesi pustakawan ke depan justru sangat menggiurkan seiring dengan terbitnya berbagai regulasi tentang perpustakaan yaitu Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 dan terbitnya Surat Keputusan MENPAN RB Nomor 9 Tahun 2014 tentang jabatan karir dan jabatan fungsional pustakawan. Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang baru, pustakawan telah diakui eksistensinya sebagai jabatan profesional di tengah masyarakat Indonesia yang membutuhkan kompetensi di bidang ilmu perpusdokinfo, bukanlah sekedar ‘penjaga buku’, mengatur bagaimana seharusnya pustakawan bekerja, serta memiliki organisasi profesi dan etika profesi.
Pemerintah juga melalui Perpustakaan Nasional RI telah memberikan angin segar berupa perhatian dan penghargaan kepada pustakawan yang mampu menunjukkan keunggulan dan keprofesionalannya. Berbagai ajang lomba dan kompetisi yang diadakan dalam skala nasional, regional dan internasional untuk memberikan apresiasi kepada pustakawan, sekaligus ‘menguji’ sejauh mana kompetensi pustakawan dalam berkontribusi terhadap pekerjaan dan masyarakat, seperti lomba pustakawan berprestasi. Hal semacam ini sudah semestinya tidak disia-siakan oleh para pustakawan untuk menjadi pustakawan yang unggul, yang mampu menunjukkan perannya di masyarakat, dan yang mampu memberikan citra positif akan profesi pustakawan. Terlebih pemerintah sekarang sudah melaksanakan “sertifikasi pustakawan” dalam bentuk uji kompetensi melalui Lembaga Sertifikasi Pustakawan (LSP) yang bernaung dalam Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang sudah diakui secara nasional dan internasional. Bagi pustakawan yang lulus uji kompetensi akan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bentuk pengakuan bahwa pustakawan tersebut betul-betul memiliki kompetensi.
Dasar Cinta Pustakawan
Banyak hal yang sangat kuat untuk membuat kita harus jatuh cinta menjadi seorang pustakawan, yaitu: Pertama, Passion, yaitu panggilan jiwa yang memberikan suatu kenikmatan (pleasure) dan perasaan senang saat menjalani (emotion) profesi pustakawan. Bagi saya, jika pekerjaan dilakukan sesuai dengan penggilan jiwa, maka selalu ada kekuatan yang di dalam diri untuk selalu bersemangat bekerja dan pasti akan memberikan kebaikan, kesenangan dan kenikmatan, walaupun kesulitan selalu menghadang. Ketika kita bekerja dengan hati yang senang pasti menjadi indah apalagi jika ikhlas dalam melakukan, kemudian mencintai pekerjaannya, sehingga muncul perasaan senang dan timbul kepuasan batin. Efeknya akan mampu memberikan kenyamanan dalam segala hal, baik dari segi peningkatan kompetensi, jabatan maupun finansial.Kedua, profesi yang mulia dan terhormat. Seorang pustakawan diibaratkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai orang yang menjadi mediator atau perantara dalam pencarian ilmu dengan pemustaka (user). Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi seseorang dalam meraih ilmu, maka Allah akan memudahkannya dalam meraih jalan ke sorga”. Dari hadis tersebut menggambarkan betapa mulianya profesi seorang pustakawan yang tentunya menjadi aktor dalam mencerdaskan umat manusia dari ketidaktahuan menjadi orang yang tahu atau berilmu pengetahuan.
Ketiga, profesi yang keren dan membanggakan. Jika kita memang memiliki niat dan motivasi yang kuat, profesi apapun termasuk pustakawan, maka tentunya menjadikan diri kita selalu dikenal oleh orang. Seorang pustakawan dapat merasakan indahnya berbagi dan membantu sesama. Saat berhasil membantu pemustakan menemukan informasi yang dibutuhkan, sungguh ada kepuasan batin tersendiri dan kebanggaan menjadi pustakawan.
Keempat, profesi yang intelek/profesional. Profesi Pustakawan saat ini sangat menggembirakan karena sudah ada payung hukum tentang peraturan dan perundang-undangan yang menjadi sebuah angin segar bagi pengakuan akan eksistensi pustakawan profesional di tengah masyarakat Indonesia.
Kelima, profesi yang memiliki multiperan. Pustakawan bisa berperan sebagai gerbang atau agen informasi, baik menuju masa lalu maupun masa depan, pustakawan sebagai pendidik, pengelola pengetahuan, pengorganisasi jaringan sumber daya informasi, pengadvokasi pengembangan kebijakan informasi, partner masyarakat, kolaborator dengan penyedia jasa teknologi, teknisi, konsultan informasi, dan sebagainya.
Dengan momentum HLPI ini, berharap pustakawan dapat terus meningkatkan profesionalisme dan tunjukkan kepada masyarakat bahwa pustakawan adalah sebuah profesi yang mulia dan patut dibanggakan, menjadi agen perubahan yang mampu menggerakkan perpustakaan sehingga tercipta SDM yang Unggul untuk membangun masyarakat Indonesia yang cerdas dan bermartabat serta berkemajuan. Dirgahayu Pustakawan Indonesia.
Mantabs Pak Syauqi...keren warbiasah pustakawan...happy milad, selamat mengabdi negeri
BalasHapus