Ahmad Syawqi (Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap tanggal 23 Juli menjadi moment yang sangat istimewa bagi anak-anak Indonesia, karena pada tanggal tersebut merupakan perayaan Hari Anak Nasional (HAN) yang selalu dirayakan dengan meriah setiap tahunnya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984.
Perayaan HAN tersebut dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak. Upaya ini akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia dan cinta tanah air di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Berbeda dengan perayaan pada tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan HAN tahun 2020 ini menghadapi tantangan karena adanya pandemi COVID-19 di Indonesia yang berimplikasi pada masyarakat, terutama anak, mengalami berbagai persoalan seperti masalah pengasuhan bagi anak yang orangtuanya positif COVID-19, kurangnya kesempatan bermain dan belajar serta meningkatnya kasus kekerasan selama pandemi sebagai akibat diterapkannya kebijakan jaga jarak maupun belajar dan bekerja di rumah.
Berdasarkan tantangan tersebut, maka tema HAN tahun 2020 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan Tagline #AnakIndonesiaGembiradiRumah. Hal ini sebagai motivasi bahwa pandemi tidak menyurutkan komitmen kita untuk tetap melaksanakan peringatan HAN tahun ini secara virtual, tanpa mengurangi makna HAN untuk mewujudkan anak Indonesia gembira di rumah selama pandemi COVID-19.
Buku Yang Menggembirakan
Di tengah pandemi COVID-19 ini, kegembiraan anak-anak sekarang lebih banyak berada di rumah dan sebagian besar tidak berada di sekolah sehingga lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sebagai salah satu kebijakan untuk melindungi anak-anak kita agar terhindar dari penyebaran COVID-19.
Ada satu upaya yang dapat kita lakukan dalam melindungi anak Indonesia agar selalu gembira, diantaranya adalah dengan memberikan bacaan berupa buku-buku yang menyenangkan kepada anak. Membaca dapat diibaratkan membuka jendela dunia, karena dengan membaca akan memperluas wawasan dan juga dapat meningkatkan daya pikir dan kemampuan seseorang dalam menemukan hal-hal baru yang berguna bagi kehidupan.
Sebuah laporan penelitian (A Society of Readers, 2018) yang disusun institusi riset Demos dan lembaga amal asal Inggris, Reading Agency, menyimpulkan bahwa membaca bisa membantu mengatasi gangguan kesehatan mental, problem mobilitas sosial, kesepian, dan bahkan mencegah demensia. Saking pentingnya membaca, laporan itu bahkan menyarankan Pemerintah Inggris menambah anggaran untuk aktivitas literasi (pengadaan buku, perpusatakaan, dan program membaca) hingga 200 juta paun (sekitar tiga triliun rupiah).
Di Inggris, kesepian memang menjadi persoalan bagi kesehatan mental penduduknya, terutama mereka yang memasuki usia lanjut. Bahkan di negeri itu, salah satu posisi kabinet adalah “Minister for Loneliness”. Kesepian disebut bakal menjadi epidemi kesehatan mental pada 2030, sehingga A Society of Readers mengajukan membaca sebagai salah satu solusi mengatasi problem itu.
Ada juga sebuah penelitian yang sangat menarik terkait dengan budaya membaca anak di masa pandemi COVID-19 ini yang dilakukan oleh The reading Agency dengan hasilnya sangat memberikan dampak positif bahwa anak-anak menjadi rajin membaca di tengah situasi negara sedang karantina. Menariknya lagi, penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak anak yang menjadi gemar membaca berbagai jenis buku ketika masa karantina. Responden untuk penelitian ini melibatkan sekitar 14.461 anak usia 7 hingga 11 tahun. Hasil penelitian dari agensi tersebut menyebutkan bahwa sekitar 89 persen anak usia 7 hingga 11 tahun telah membaca dalam beberapa bentuk. Selain itu, sebangak 37 persen diantaranya menghabiskan lebih banyak menghabiskan waktu daripada di sekolah.
Adapun penelitian ini juga mengemukakan alasan anak bisa lebih banyak membaca ketika masa karantina. Dari anak-anak yang diteliti, sebanyak 40 persen mengatakan bahwa membaca telah membantu dirinya menjadi lebih rileks. Di sisi lain, sebanyak 35 persen anak mengatakan bahwa membaca membuat mereka bahagia. Secara garis besar, banyak juga anak yang mengaku menemukan inspirasi membaca dari berbagai platform. Rata-rata anak mendapatkan insprasi ide dari Youtube sekitar 45 persen dan dari media sosial sebanyak 28 persen. Berdasarkan jenis kelamin, hasil menunjukkan bahwa sekitar 68 persen anak laki-laki dan 70 persen anak perempuan menjadi gemar membaca.
Memang tak semua anak membaca buku bacaan, ada juga diantaranya yang memilih untuk membaca buku komik. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena The Reading Agency tengah menjalankan inisiatif Summer Reading Challenge. Tujuannya tentunya untuk mendorong anak muda untuk lebih gemar membaca. Dari segi jenis bacaan, rata-rata anak memilih untuk membaca buku bacaan, yakni 61 persen. Sisanya yakni 40 persen memilih untuk membaca komik.
Beruntung kita saat ini pemerintah Indonesia telah mencanakan program cerdas yang yang mampu membahagian dan melindungi anak kita dari kebodohan dengan sebuah gerakan yang dinamakan GERAKAN NASIONAL ORANG TUA MEMBACAKAN BUKU (GERNAS BAKU) yaitu sebuah gerakan untuk mendukung inisiatif dan peran keluarga dalam meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan di rumah, di satuan PAUD, dan di masyarakat. GERNAS BAKU ini menjadi penting sekali dalam upaya membiasakan orang tua membacakan buku bersama anak, mempererat hubungan sosial-emosi antara anak dan orang tua, serta menumbuhkan minat baca anak sejak dini. Kalau GENAS BAKU ini sudah menjadi kebiasaan, maka akan tumbuh menjadi budaya dan menjadikan Indonesia lebih baik serta menjadikan para orang tua dan anaknya adalah orang yang selalu bahagia.
Selamat HAN tahun 2020, tetap selalu rajin membaca di rumah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” #AnakIndonesiaGembiradiRumah.
0 komentar:
Posting Komentar