Minggu, 31 Mei 2020

PANCASILA PERPUSTAKAAN (Refleksi Hari Lahir Pancasila)

Oleh : Dr. AHMAD SYAWQI, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Senin, 1 Juni 2020 bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Lahir Pancasila (HLP) yang ke 75  (1 Juni 1945 - 1 Juni 2020). Untuk memperingatinya, maka sejak tahun 2017 Pemerintah Indonesia telah menetapkan HLP sebagai hari libur nasional berdasarkan Keppres  Nomor 24 Tahun 2016.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, peringatan HPL tahun 2020 ini bertemakan “Pancasila Dalam Tindakan Melalui Gotong Royong Menuju Indonesia Maju” dengan kondisi kita berada di tengah masa pandemi Covid-19, sehingga aktivitas atau kegiatan alternatif untuk memperingati dan memeriahkan HPL dapat dilaksanakan melalui media elektronik, video conference atau dalam jaringan (online) secara kreatif dan menjaga dan membangkitkan kecintaan terhadap aktualisasi nilai-nilai Pancasila pada masa darurat Covid-19. Sehubungan dengan tidak adanya upacara penaikan bendera pada saat peringatan HPL, maka pengibaran bendera dilakukan pada pukul 06.00 sampai dengan 18.00 waktu setempat.

Peringatan HPL menjadi moment penting bagi bangsa Indonesia, karena adanya Pancasila merupakan landasan ideologi yang dijadikan dasar pijakan yang mampu memberi kekuatan atas berdirinya negara  kesatuan Indonesia dan sumber kaidah hukum yang mengatur bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni rakyat, pemerintah dan wilayah.

Pancasila  pada hakikatnya adalah suatu hasil perenungan atau pemikiran bangsa Indonesia. Istilah Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Presiden RI Ir.Soekarno, dimana pada tanggal 1 Juni 1945 beliau di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengusulkan dasar negara yang terdiri dari lima asas, oleh beliau kelima asas tersebut diberi nama Pancasila yakni: Kebangsaan, Internasionalisme atau perikemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan Pancasila yang disampaikan oleh Ir.Soekarno pada waktu itu pun berbeda dengan susunan Pancasila yang kita kenal sekarang. Inilah awal terbentuknya dasar negara Pancasila, yang kemudian pada tanggal tersebut dikenang sebagai hari lahir Pancasila. Tetapi masih ada proses selanjutnya yakni menjadi Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22 Juni 1945 dan juga penetapan Undang-undang Dasar yang juga finalisasi Pancasila pada 18 Agustus 1945.

Oleh para anggota BPUPKI kemudian disepakati bahwa yang disampaikan oleh Ir.Soekarno-lah yang menjawab pertanyaan sidang tentang apa dasarnya Indonesia merdeka. Setelah itu dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI terdiri dari 9 orang dan dalam perjalanannya sempat merumuskan Piagam Jakarta. Tetapi kemudian isi dari Piagam Jakarta ditolak oleh perwakilan warga dari Indonesia timur. Sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Pancasila yang kita kenal sekarang ini seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara RI 1945, yang berbunyi: Satu: Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Tiga: Persatuan Indonesia. Empat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Lima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pancasila Perpustakaan 

Kalau dalam sejarah lahirnya Pancasila di Indonesia, kita mengenal tokohnya  Dr. Ir. Soekarno, sebagai Bapak Proklamator kemerdekaan RI. Dalam dunia perpustakaan, kita mengenal tokoh Dr. Shiyali Ramamrita Ranganathan sebagi Bapak Perpustakaan India. Selain menjadi pustakawan, ia juga seorang ahli matematika. Dia dikenal sebagai penemu klasifikasi colon yang banyak digunakan di Perpustakaan di India. Dia juga pencetus teori Five Laws of Library Science (Lima Hukum Dasar Perpustakaan) sebagai Pancasilanya Perpustakaan. Saking dihormatinya Ranganathan ini, di India tanggal ulang tahunnya dijadikan Hari Perpustakaan Nasional.

Pemikiran-pemikiran yang ia tuangkan  masih terus digunakan di dalam kajian-kajian ilmu perpustakaan di seluruh dunia yang banyak memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan dunia perpustakaan. Ranganathan banyak menghabiskan waktunya untuk menekuni bidang perpustakaan baik menjadi pustakawan, menjadi profesor dan penulis bidang ilmu perpustakaan yang disumbangkannya kepada dunia dan masih dirujuk hingga kini.

Salah satu karya pemikiran Ranganathan Pada tahun 1930-an yang populer hingga saat ini masih dirujuk dan dijadikan landasan dalam pengembangan perpustakaan adalah pemikirannya yang ia tuangkan dalam  Five Laws of Library Science (Lima Hukum Dasar Perpustakaan) sebagai Pancasila Perpustakaan.

Kelima hukum dasar perpustakaan tersebut adalah pertama, Books are for use (buku untuk dimanfaatkan). Hukum pertama ini menyatakan bahwa perpustakaan harus memiliki bahan pustaka dan bahan pustaka tersebut haruslah mudah untuk digunakan oleh pemustaka hingga akhirnya bisa dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemustaka, karena prinsip dasar hukum yang pertama ini adalah bahwa buku itu ada untuk digunakan dan dimanfaatkan. Buku yang tersedia harus mewakili kebutuhan setiap pembaca, tanpa ada kemubadziran manfaat informasi yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, ketersedian buku yang dikoleksi hendaknya beragam dan memberikan dampak positif bagi pembacanya.

Kedua, Every reader his/her book (setiap pembaca terdapat bukunya). Hukum kedua ini mengacu pada kebutuhan pemustaka, dimana setiap perpustakaan dituntut untuk mampu menyediakan buku sesuai kebutuhan pemustaka. Bagi pengambil kebijakan (kepala perpustakaan dan pimpinan terkait), hal ini merupakan tugas utama dalam pengembangan koleksi dan meningkatkan kualitas informasinya.

Ketiga, Every book its reader (Buku setiap pembacanya). Jika hukum kedua memandang dari sudut penggunanya  maka hukum ketiga ini menekankan pada jenis koleksi bukunya. Buku yang ada di perpustakaan sebaiknya mempunyai nilai guna bagi seseorang atau beberapa orang yang mengunjungi perpustakaan. dengan begitu setiap buku yang ada di perpustakaan dimanfaatkan dengan baik, tidak hanya menjadi penghuni rak dengan setia tanpa pernah tersentuh.

Keempat, Save the time of the reader (Hematkan waktu pembaca). Hukum keempat ini membahas mengenai pentingnya pelayanan prima di perpustakaan demi memuaskan pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasinya dengan cepat dan mudah. Kinerja yang cepat dan cekatan dari pustakawan akan menambah tingkat kepuasan pemustaka. Karenanya pustakawan tidak hanya dituntut untuk memiliki wawasan referensi ilmu pengetahuan yang luas, namun juga kemampuan teknis lain seperti mengkatalog, memberi referensi silang, referensi akses dan sirkulasi. dengan demikian pelayanan di perpustakaan akan lebih efisien.

Kelima, The library is a growing organism (Perpustakaan adalah organisme yang berkembang). Perpustakaan adalah lembaga yang sedang, dan akan terus, berkembang mengikuti perkembangan zaman, bukan hanya dari segi koleksi atau gedung, namun juga dari struktur, staf, layanan, fasilitas, dll. Perubahan-perubahan yang kompleks tersebut harus diantisipasi dan diimbangi dengan manajemen yang baik, perpustakaan melalui peran pustakawan harus mampu menghadapi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan itu sendiri. Khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perpustakaan harus mampu bersaing dengan lembaga-lembaga informasi yang lain. Ketersediaan sarana prasarana dan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi hendaknya ditambah dan dilengkapi guna meningkatkat akses informasinya.

Dengan momentum hari lahirnya Pancasila ini, mari kita jadikan sebagai upaya untuk terus mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkadung didalamnya, dan juga terus menggali berbagai makna yang terkadung dalam ajaran pancasila perpustakaan. Selamat Hari Lahir Pancasila. Sehat selalu dan sukses selalu untuk kita semua, aamiiin.

Senin, 25 Mei 2020

PSBB (Pustakawan Sukanya Berhalal Bihalal)

Oleh : Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
Ada satu kebiasaan baik yang selalu dilakukan oleh umat Islam Indonesia ketika tibanya Hari Raya Idul Fitri yaitu kebiasaan yang disebut dengan Halal bi Halal. Konon kabarnya, nomenklatur itu untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada publik kaum muslimin dan muslimat Indonesia, oleh presiden pertama Republik Indonesia Dr. Ir. H. Soekarno. Di luar negeri bahkan di kawasan Timur Tengah sendiri tidak dikenal istilah tersebut. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan beberapa  hari setelah hari raya berlalu. Hampir semua orang, mulai dari Presiden, Menteri, Pejabat Publik, termasuk juga seorang Pustakawan, bahkan instansi pemerintah dan swasta, lembaga pendidikan, ormas keagamaan,  organisasi  profesi,  dan  partai  politik,  tidak mau ketinggalan selalu melaksanakan kegiatan Halal bi Halal.

Makna Halal bi Halal

Terkait dengan Halal bi Halal ini, ada satu  tulisan menarik yang penulis kutip dari guru saya  bernama Prof. Dr. H. A. Fahmy Arief, MA, beliau adalah guru besar bidang bahasa Arab di UIN Antasari Banjarmasin. 

Nomenklatur Halal bi Halal  ini, jika dilihat dari sudut Ilmu Stilistika atau Ilmu Gaya Bahasa, mempunyai keindahan redaksi dan kedalaman substansi. Dari sudut redaksi, istilah tersebut termasuk "al-ijaz", ringkas dan terkesan praktis. Dalam hal ini, gampang diucapkan dan enak didengarkan. Jika dilihat dari sudut substansi, istilah yang sudah teramat familiar di telinga  orang Indonesia itu disebut “al-jinas” yaitu dua kata yang sejenis, mirip dari segi pengucapannya tapi berbeda dari segi maknanya. Kata "Halal" yang pertama mengarah kepada seseorang yang meminta maaf, dan kata "Halal" yang kedua mengarah kepada seseorang yang memberi maaf. Jikalau kedua kata tersebut dikolaborasi menjadi istilah "Halal bi Halal", maka maknanya menjadi ringkas, yaitu saling memaafkan. Menurut para pakar stilistika atau gaya bahasa, jikalau redaksinya ringkas dan muatannya padat, namanya ialah "al-ijaz".

Apabila dilihat dari uraian di atas, maka setidaknya ada dua pihak yang harus diperjelas posisinya dalam acara "Halal bi Halal" tersebut. Pertama, orang yang meminta maaf atas segala kesalahan yang dia lakukan selama kurun waktu sebelas bulan yang lalu. Kedua, orang yang memberi maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya yang lain atas dirinya selama kurun waktu sebelas bulan yang lalu. Posisi ini berkelindan saja, di satu sisi dia berada pada posisi orang yang meminta maaf, dan di sisi yang lainnya dia berada pada posisi orang yang memberi maaf.  

Persoalan segera muncul pada setiap person peserta kegiatan "Halal bi Halal". Apa pula itu? Jawabnya ialah, ego sentris yang ada di dalam batin masing-masing. Intinya ialah, terasa berat untuk meminta maaf kepada orang lain, dan bersamaan dengan itu pula dia merasa berat memberi maaf kepada orang lain. Apabila hal tersebut yang menjadi kenyataan, maka tidak mustahil sebuah even kegiatan "Halal bi Halal", hanya bersifat seremonial dan basa-basi belaka. Lantas, bagaimana ajaran agama memberi tuntunan kepada umat Islam? Praktis saja, yaitu siapa  yang  tulus  ikhlas  memulai  untuk  meminta  maaf,  maka  dialah  yang  menjadi pemenangnya. Mengapa demikian? Karena kalau seseorang sudah siap secara jantan untuk meminta maaf, maka tidak ada kesulitan yang berarti baginya untuk memberi maaf kepada saudara-saudaranya yang lain.

Kitapun lantas menyaksikan sebuah pemandangan yang teramat indah. Apa pula itu? Peserta kegiatan "Halal bi Halal" berdiri berjejer sambil melempar senyum kebahagiaan. Ego sentris yang oleh pakar Ilmu Tasawuf disebut penyakit batin, mereka kubur habis-habis. Apa pula itu penyakit batin? Di antaranya ialah, sombong (takabbur), minta didengar (sum’ah), minta dilihat  (riya),  kagum  dengan  diri  sendiri (ujub), iri dengki (hasad),  suka marah (gadhab), berprasangka jahat (su’uzh zhan). Acara meriah itu ditutup dengan santap siang yang mengesankan.

Mengapa Halal bi Halal

Mengapa  harus  melaksanakan  kegiatan "Halal bi Halal"?  Kata  tanya,  “mengapa” itu  adalah pertanyaan filosofis. Menurut Prof. Dr. H. A. Fahmy Arief, MA, untuk menjawab pertanyaan “mengapa” harus dilakukan kegiatan "Halal bi Halal", dapat dilihat dari dua sudut. Pertama, sudut teologis atau "Hablum Minallah". Sepanjang bulan Ramadhan tahun ini, kaum muslimin dan muslimat Indonesia melaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh. Luar biasa, tidak tanggung-tanggung, sebulan penuh. Sepanjang siang hari, mereka menahan makan dan minum dengan segala apa yang membatalkan puasanya. Di malam hari mereka melaksanakan shalat taraweh dan bertadarus al-Qur’an. Mereka melaksanakan itu semua atas dasar ketakwaan dan penuh kesabaran. Mereka melaksanakan itu semua atas dasar janji Allah SWT. melalui penyampaian Rasulullah SAW. Dalam hal ini ialah, setiap praktek kebaikan yang  dilakukan  oleh  kaum  muslimin  dan  muslimat  di  luar  bulan  Ramadhan,  mendapat ganjaran antara sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Sedangkan untuk praktek kebajikan di bulan  Ramadhan, maka Allah SWT menjanjikan “Wa Ana Ajzi bih” (Aku sendiri yang akan membalasnya tanpa batasan). Di samping itu, sepanjang bulan Ramadhan Allah SWT. perintahkan malaikat Kiraman dan Katibin untuk hanya merekam dan mencatat praktek kebajikan yang dilakukan orang-orang yang berpuasa. Sedangkan praktek kemaksiatan, tidak direkam dan tidak dicatat. Dengan demikian, komunikasi dengan Allah SWT. atau yang disebut dengan “Hablum Minallah", sudah berjalan dengan baik dan komunikasi secara vertikal sudah terlaksana dengan mantap. Pertanyaannya, bagaimana komunikasi horizontal antar sesama manusia yang disebut dengan "Hablum Minannas", sudahkah terlaksana dengan baik? Apakah masih ada sisa-sisa pertikaian lama sebagai buntut dari persaingan pilkada, pilpres, promosi jabatan, dan kompetisi bisnis? Padahal petunjuk agama sudah terang benderang. Dalam hal ini ialah, persoalan liku-liku tindak kejahatan terhadap sesama saudara, sesama kolega, sesama rekan sekerja, sesama relasi harus diselesaikan antar mereka sendiri. Salah satu momentum untuk berdamai  dan  melakukan  islah  untuk  menyambung  tali  persaudaraan  yang  selama  ini terputus, ialah melaksanakan kegiatan " Halal bi Halal ".

Apa yang digambarkan di atas, Halal bi Halal bisa terlaksana dengan mantap, apabila kita berada dalam suasana yang normal. Adapun sekarang, kita sedang bahu-membahu memutus mata rantai persebaran pandemi Covid-19 dengan cara menjaga jarak, Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Meminjam istilah Pak Jokowi, bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah saja. Dalam hal ini, termasuk juga kegiatan "Halal bi Halal" yang akan dilaksanakan oleh kita semua harus tetap berjalan secara virtual. Kita harus patuh dan taat terhadap imbauan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah saja. 

Teriring doa semoga Halal bi Halal yang kita lakukan saat ini selalu memberikan keberkahan, sehat selalu dan panjang umur untuk kita semua sehingga bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya, amin.

Minggu, 24 Mei 2020

Mumpung Masih WFH, Ayo Cek Katalog Daringnya dan Lengkapi Ulasan Koleksinya

Sebelumnya saya pernah menulis tentang Menyoal Kebanggaan Katalog Daring (Online) Perpustakaan. Nah, mumpung masih WFH, salah satu pekerjaan daring pustakawan yang bisa dilakukan adalah mengecek kembali metadata katalog daringnya khusus pada review/ulasan koleksi. Sudahkah anda melengkapinya?

 

Oh iya, walaupun ketika WFH sudah selesai, idealnya tetap harus selalu buat ulasan koleksinya. Idealnya loh ya....

Salam,
Pustakawan Blogger 

Jumat, 22 Mei 2020

Terserah…Terserah…Ane bukan Siape-siape….



Bulan jadi “ndredek” hatinya alias antara mangkel, jengkel dan gak tau mesti ngomong apa lagi. Sudah hampir tiga bulan ini, adanya pandemik memaksa sebagian bahkan banyak orang untuk bekerja secara wfh saja alias work from home, bekerja dari rumah saja. Memang sih, ada juga yang mau gak mau atau terpaksa harus juga ke luar rumah demi tetap bertahan hidup, sekedar mengais sesuap dua suap nasi. Ya itu apa daya.

Pemerintah juga bukan tinggal diam. Mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah berkejaran menyiapkan ini itu, menerbitkan segala peraturan, mengeluarkan tunjangan untuk rakyat terdampak Covid-19 walaupun belum merata, dan yang lainnya. Ini semua agar warga tetap di rumah saja. Melakukan semua aktivita dari rumah. Baik itu guru, siswa, dosen, mahasiswa, ASN, pegawai swasta, dan masih banyak yang lainnya.

Begitu pun Bulan, pustakawan yang satu ini pun tidak tinggal diam. Sebagai aparat sipil negara yang juga bagian dari aparatur pemerintah ikut menyukseskan program di rumah saja, dengan bekerja dan beragam aktivitas serba di rumah saja. Semoga semua yang serba di rumah saja menjadi bagian solusi untuk mencegah menyebaran Covid-19 meluas dan memakan banyak korban. 

Nah sebagai pustakawan tentu Bulan sudah menyiapkan serangkaian aktivitas selama wfh dengan tetap melakukan kegiatan dan layanan perpustakaan kepada penggunanya dari rumah. Pola daring dan semua serba online menghiasi hari-harinya. Layanan referensi dengan menyediakan beragam ebook ataupun ejournal yang bisa diakses disiapkan untuk pengguna. Maka huntinglah Bulan sedemikian rupa mengembangkan koleksi digital perpustakaan dengan memanfaatkan hibah gratis yang disediakan lembaga penyedia dalam dan luar negeri secara legal.

Tak hanya itu, Bulan dengan tim kerjanya juga tetap membina komunitas gemar membaca buku dengan mengadakana bibliobattle atau lomba mereview buku secara daring  dalam bentuk  video. Dengan memanfaatkan media sosial seperti instagram, facebook, dan twitter, acara ini banyak diminati oleh para follower perpustakaan Balitbangdiklat Kemenag RI yang mencapai 1700 an followers.

Media sosial perpustakaan juga dimanfaatkan untuk menyebarkan, menyosialisasikan aneka ragam informasi, kebijakan pemerintah, panduan-panduan, fatwa ulama dan masih banyak yang lainnya terkait apa yang harus dan dilarang dikerjakan warga selama adanya wabah Covid-19 ini.

Bahkan bukan itu saja, perpustakaan di mana Bulan bekerja juga membuat kliping digital perpustakaan yang dirancang sedemikian rupa hingga mudah dishare kepada para pengguna dan informasinyapun update. Isinya pun adalah subjek agama dan keagamaan yang dibutuhkan dan ramai diperbincangkan masyarakat terkait aneka ragam ibadah disertai fatwa dan panduan-panduannya selama masa pandemi Covid-19 ini. Hingga kliping ini mendapat apresiasi yang cukup baik dari para penggunanya.

Bulan dan tim pun kerap kali mengadakan seminar atau sharing session tentang berbagai informasi yang bisa dibagi untuk para penggunanya, mulai dari bedah buku, sharing session pengelolaan perpustakaan secara daring, kemas ulang informasi atau information repackaging diantaranya pembuatan kliping digital perpustakaan yang mendapat respon cukup antusias dari peserta.

Sebagai seorang pustakawan, Bulan tidak saja fokus pada pekerjaannya di perpustakaan yang sekarang dikerjakan secara daring. Sebagai individu, Bulan pun ikut menyosialisasikan program pemerintah agar warga tetap di rumah saja, menghindari kerumuman, berusaha menyebarkan beragam fatwa dan kebijakan pemerintah yang perlu dipatuhi warga masyarakat. Mulailah Bulan menyosialisasikan semua hal itu lewat grup-grup wasap yang diikuti mulai dari grup alumni SD, SMP, SMA, Kuliah, grup RT hingga grup majelis taklim.

Bulan berharap apa yang dilakukannya semoga menambah kesadaran warga akan pentingnya untuk tetap berada di rumah kecuali ada hal-hal darurat dan mendesak yang membuat warga harus ke luar rumah. Itu pun harus mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan, mulai dari memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, pola hidup bersih dan lainnya. Betapa Bulan sangat sedih jika melihat dan mendengar berita banyak pasien yang terinfeksi wabah Covid-19, bahkan banyak tim medis, para dokter dan  perawat  yang berguguran  demi menjadi garda terdepan penaggulangan wabah ini.

Tetapi sekali lagi “ndredek” nya Bulan belum hilang. Bagaimana tidak, rasa marah, kecewa, bahkan geram melihat kelakuan warga masyarakat yang tidak patuh bahkan abai terhadap Covid-19. Pasar yang berjubel, bandara yang tiba-tiba ramai, kerumunan di jalan dan masih banyak lagi yang lainnya.  Sekolah-sekolah tutup, perkantoran tutup, kampus tutup, rumah ibadah pun ikut sepi, PSBB diberlakuakn,  mudik dilarang, sudah tiga bulan warga berdiam diri di rumah, pengorbanan para tim medis yang mengharu-biru, hingga para petugas di lapangan yang menjaga lingkungan agar tidak ada kerumunan,  terasa terkhianati oleh mereka yang begitu asyiknya lenggang kanggkung di keramian seolah tak ada masalah sama sekali. Kalo sudah begini, siapa yang salah ya, warganya apa penguasanya ya…Bulan mumet sendiri…

Tidak usah jauh-jauh, di lingkungan Bulan sendiri. Selama ini di lingkungan tempat tinggal Bulan, warga masyarakatnya bisa dibilang cukup patuh pada anjuran ulama dan pmerintah. Mereka berdiam diri di rumah, menjaga pola hidup bersih, beribadah di rumah saja, mulai dari sholat Jumat hingga shalawat Tarawih pada bulan Ramadhan ini semua dikerjakan di rumah saja.  Tetapi entah, Bulan tak habis pikir, mendadak ada wacana dari beberapa warga yang cukup dibilang pentolan untuk mengadakan sholat Idul Fitri di mushola karena masjid-masjid tidak mengadakan sholat Ied sebagai imbas adanya Covid-19. Duh…duh…duh…Bulan jadi mangkel. Jangankan sholat sunnah, sholat Jumat sebagai sholat wajib saja di kerjakan di rumah, apatah lagi ini sholat sunnah, meskipun sholat Idul fitri, kenapa harus di musholla. Ini sama saja mengumpulkan keramian. Sementara protokol kesehatannya tidak dipikirkan. Duh…kenapa ini mendadak seperti ini ya, Bulan bingung sendiri.

Tidak hanya itu, rumah Bulan tidak jauh dari suatu kawasan yang terkenal sebagai pusat grosir dan home industry pakaian anak, dewasa, dan aneka fashion lainnya mendadak ramai. Kenapa menjelang Lebaran ini yang tadinya kawasan ini sepi, tiba-tiba menjadi begitu ramai? Bahkan kendaraan yang lalu lalang membuat kemacetan yang begitu parah. Duh, apa lagi ini ya…Apakah warga gagal paham kenapa selama ini harus di rumah saja, ataukah mereka memang bandel? Sebegitu pentingkah baju baru di hari raya sementara mengorbankan kesehatan diri sendiri dan orang lain. Duh…duh…duh…Bulah hanya bisa geleng-geleng kepala.

Bulan merenung, dia mengingat-ingat pesan ulama. Tetap berpikih jernih, akal sehat harus tegak, janganlah meniru keburukan dengan keburukan. Berada di rumah, menjauhi kerumuan adalah bagian dari ibadah karena menjauhi kemudharatan  adalah lebih penting daripada yang mendatangkan kemanfaatan. Tetap disiplin, bertahan di rumah, ibadah pun tetap di rumaha. Ya benar, wabah ini adalah kerumuman. Di mana ada kerumunan di situ ada wabah. Dengan warga istiqomah semoga orang lain pun terbawa istiqomah dan Allah pun akan mengangkat wabah ini dan kita pun bisa kembali berkativitas seperti biasanya di era baru, era yang lebih berkah.

Ya, lagi-lagi Bulan hanya bisa berharap. Semoga perjuangan selama ini tak sia-sia. Semoga kurva penyebaran Covid-19 dan korban yang berjatuhan menunjukkan penuruan. Lebaran kali ini jadi titik yang menentukan. Jika warga disiplin, semoga Covid-19 segera berlalu, dan kita tak ingin kembali pada kondisi bulan Maret lalu. Tetapi jika warga membandel, warga masih ngeyel, kerumunan di mana-mana, ya udah terserah…terserah…terserah  deh. Ane bukan siape-siape, begitu Bulan menggerutu.


Kegiatan Pustakawan Pemantau Covid-19 di Banyumas

Rinjing Pustaka, aktivitas pustakawan di masa pandemi | Sumber gambar: Facebook

Oleh: Wahid Nashihuddin (Pustakawan LIPI)

Kebahagiaan pustakawan adalah ketika bermanfaat bagi orang lain. Manfaat tersebut tidak hanya diperoleh dari diri sendiri karena kita telah berbuat baik kepada orang lain, tetapi juga melihat manfaat dari teman kerja yang telah berbuat banyak untuk kemaslahatan hidup masyarakat. Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi pengetahuan dari seorang sahabat pustakawan, namanya Fuad Zein Arifin (Pak Fuad).

Sehari-hari ia bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Dinas ARPUSDA) Banyumas sebagai pustakawan PNS. Saya sangat tertarik dengan pengalamannya ketika menjadi ‘tim relawan/pemantau COVID-19 didaerahnya’. Bagiku ini pengalaman yang luar biasa, dan perlu diikuti oleh pustakawan (khususnya yang bekerja di perpustakaan umum di Indonesia dan umumnya di perpustakaan lain).

Saya lihat ia sangat bangga menjadi ketika ditunjuk sebagai tim pemantau COVID-19 oleh Bupati Banyumas. Dengan semangat jiwa kepustakawanannya. Pak Fuad merasa tugas ini adalah tugas mulia dan kesempatan bagi pustakawan untuk berkontribusi langsung dalam pencegahan COVID-19 di masyarakat. Rasa bangga ini juga saya sampaikan ketika melihat prestasi Pak Fuad dalam pemberdayaan perpustakaan berbasis inklusi sosial yang dikumandangkan oleh Perpustakaan Nasional RI sejak tahun 2019. Beberapa prestasi yang telah ia raih dalam pemberdayaan informasi dan literasi perpustakaan di daerahnya, yaitu:
  • Menjadi pustakawan Berprestasi Terbaik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016.
  • Menjadi Inovator TOP 40 Inovasi ‘Rinjing Pustaka’ Jawa Tengah Tahun 2019.
  • Pengelola BI Corner Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2019.
  • Wakil Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Daerah Banyumas.
  • Ketua Forum Pengelola BI Corner se-KPW BI Purwokerto.
  • Tutor Universitas Terbuka & Dosen Tidak Tetap Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Purwokerto.
  • Warung hidup: kangkung, bayam, buncis, cabe, dan tanaman sayur lainnya.
  • Lumbung Hidup: singkong, pisang, tales, dan ubi jalar.
  • Toga: sereh, kunyit , jahe, lengkuas, dan tanaman obat lainya.

Baginya, program inklusi sosial ini adalah kesempatan bagi pustakawan untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat melalui gerakan literasi perpustakaan. Meskipun pemerintah masih mengintruksikan masyarakat untuk Work From Home (WFH) dan Studi From Home (SFH), Pak Fuad tetap aktif melaksanakan tugas kesehariannya sebagai pustakawan, dan berkantor rutin (sesuai jadwal piket) untuk memberikan layanan referensi online kepada masyarakat dan menyusun program literasi perpustakaan dalam masa pandemi COVID-19.  Di masa Pandemi COVID-19 ini, Menurut Pak Fuad, pustakawan memiliki peran yang setrategis dan mampu untuk:
  1. Menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang kontekstual dengan apa yang terjadi dan dibutuhkan masyarakat. Melalui berbagai sumber informasi digital maupun non-digital, bahkan informasi melalui audio. 
  2. Menyediakan informasi kepada masyarakat yang tidak tersentuh media sosial maupun media cetak dan elektronik yaitu penyebaran informasi  melalui Publikasi Keliling dengan sumber informasi Audio. Keberadaan pustakawan mampu menjawab sebuah permasalahan yang terjadi di semua golongan masyarakat. Melalui penyediaan informasi oleh pustakawan juga bisa meng-counter berita hoaks yang terjadi, sehingga membuat masyarakat pasti.
Contoh kasus saat terjadi penolakan jenazah terinfeksi COVID-19 di Banyumas. Bergelut dengan waktu agar bisa memberikan pencerahan dan jawaban pada masyarakat dengan berbagai perspektik agama, ilmu kedokteran melalui pernyataan tokoh agama, Tokoh organisasi profesi, tokoh pemerintahan melalui berbagai sumber informasi digital/nondigital, media cetak maupun elektronik/audio untuk disosialisasikan sehingga sampai informasinya pada masyarakat. Sehingga ruang hampa/ketidaktahuan masyarakat dapat cepat terisi.

Mendekatkan layanan perpustakaan ke masyarakat
Perpustakaan adalah milik rakyat dan untuk rakyat, untuk itu pustakawannya harus dekat dengan rakyat dan ‘terjun langsung’ ke lapangan. Bersama mitra kerja, pustakawan harus aktif dalam meliterasikan masyarakatnya, apakah literasi baca dan tulis, literasi ekonomi, literasi budaya, literasi kesehatan,  dan sebagainya. Menurut Pak Fuad, Dinas ARPUSDA adalah milik masyarakat banyumas dan siapapun yang berkepentingan dengannya. Untuk itu, pimpinan lembaga dan pustakawan siap membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Termasuk ketika masa pandemi COVID-19, pustakawan harus siap ditugaskan untuk mendampingi pemerintah dalam pencegahan penyebaran virus corona di masyarakat. “Pustakawan harus menjadi penggerak literasi didaerahnya, COVID-19 ini membuat kita harus hidup diera ‘New Normal’, dan pustakawan juga harus merubah perilakunya dalam melayani kebutuhan masyarakat”.

Sebelum ada isu pandemi COVID-19 merebak di Banyumas yang menyebabkan layanan perpustakaan secara fisik (tatap muka) tutup, Pak Fuad juga telah melakukan kegiatan literasi informasi masyarakat, seperti melakukan: pengukuhan “Bunda Literasi Banyumas”; Peluncuran SIMANTAP (Sistem Administrasi Data Perpustakaan); Peluncuran buku ”CURUG CIPENDOK” karya Komunitas Literasi Arpusda Banyumas (KLAB); Pelatihan Pengelola Pojok Baca Ikatan Adhyaksa Dharmakarini Kejaksaan Negeri Purwokerto; dan kunjungan ke berbagai sekolah dan desa untuk menyiapkan kegiatan literasi informasi di masa pandemi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendekatkan Dinas ARPUSDA Banyumas ke masyarakat.

Membuat program inovasi perpustakaan
Dalam rangka menggiatkan program layanan perpustakaan, Pak Fuad memiliki program inovatif, yang sepertinya perlu ditekuni dan segera dilaksanakan oleh pustakawan di tempat lain.  Salah satu program unggulan Dinas ARPUSDA Banyumas dan Pak Fuad adalah layanan “Rinjing Pustaka”. Rinjing Pustaka adalah layanan perpustakaan yang dilakukan oleh ibu-ibu di daerah Banyumas dengan menggunakan ‘Panggul Buku’ yang dilakukan dengan cara berjalan kaki dan mengelilingi  rumah warga.

Kegiatan “Rinjing Pustaka” dimulai sejak tahun 2019, hasil kerjasama antara Dinas ARPUSDA Banyumas dengan pemerintah Desa Karanganyar Kecamatan Patikraja - Banyumas. Wujud nyata kegiatan ini berupa pembuatan ‘Taman/Kebun Dasa Wisma’ yang didalamnya terdiri dari Tanaman Warung Hidup, Lumbung hidup, dan Toga.
Peran pustakawan dalam kegiatan ini adalah menyediakan sumber referensi (buku) yang dapat dibaca langsung dan dipraktikan oleh warga, dalam hal ini adalah bercocok tanam (berkebun/bertani). Hal yang sudah dilakukan adalah pustakawan membantu warga (Kelompok Wanita Tani Dewi Sri) membuat Taman/Kebun Dasa Wisma dan memanfaatkan lahan halaman/ pekarangan rumah untuk bertanam sesuai dengan seleranya masing-masing.

Pada masa pandemi COVID-19, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei 2020), “Rinjing Pustaka” melakukan gerakan “Bagikan Sayuran Gratis Pada Masyarakat Terdampak Covid-19 Untuk  Ketahanan Pangan”. Menurut Pak Fuad “relawan ‘Rinjing Pustaka’ beserta Kelompok Wanita Tani dan PKK melakukan kegiatan membagikan sayuran secara gratis kepada masyarakat sekitar, dan kegiatan ini diharapkan dapat meringankan beban warga masyarakat yang terdampak  COVID-19.

Berbagi pengalaman melalui webinar perpustakaan
Baginya, berbagi pengalaman di masa pandemi ini adalah cara dan kesempatan pustakawan untuk berbagi dengan sesama. Melalui kegiatan webinar (seminar online) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Perpustakaan dan Prodi D3 Ilmu Perpustakaan UNS, tanggal 20 Mei 2020, Pak Fuad berbagi pengalamannya tentang “Keterlibatan Pustakawan dalam Masa Pandemi COVID-19”. Ia mengatakan bahwa “kita harus mengambil hikmah dari COVID-19 ini”. Bagi mahasiswa dan pustakawan, momen ini menjadi tantangan dan peluang. Kita harus mulai belajar dan berpikir diluar kebiasaan (non-linear) atau think out of the box, intinya kita jangan stres menghadapi masalah...!

Beberapa hikmah dari adanya COVID-19, yaitu: (1) meningkatkan jiwa kreativitas, solutif dan inovatif; (2) menumbuhkan perilaku hidup bersih (PHBS); (3) menumbuhkan rasa solidaritas, simpati, dan gotong royong antar-pribadi, keluarga, dan warga/masyarakat; (4) berkontribusi aktif dalam kegiatan kepustakawanan di masa pandemi sesuai dengan kapasitas masing-masing.


Kegiatan pustakawan di masa pandemi COVID-19
Pustakawan harus mau terjun langsung ke masyarakat, meski dalam keadaan darurat. Kita optimalkan layanan online perpustakaan, apakah melalui email, whatsapp, media sosial, atau siaran di radio (RRI Purwokerto). Jika memungkinkan, masyarakat harus kita layani 24 jam, dan pustakawan terlibat aktif dalam pencegahan penyebaran virus corona di masyarakat.

Dalam hal ini, Pak Fuad bersama tim pemantau COVID-19 melakukan pemantauan dan tindakan antisipasi COVID-19 dan dampaknya bagi masyarakat sekitar, dengan cara:
  • Memasang wastafel (tempat cuci tangan) – memakai sabun dengan air mengalir di depan pintu masuk perpustakaan dan rumah-rumah warga.
  • Melaksanakan protokol kesehatan pada layanan perpustakaan.
  • Menyemprot disinfektan ke rumah warga.
  • Mengecek suhu tubuh warga menggunakan Thermo-Gun.
  • Memfungsikan mobil perpustakaan keliling – menjadi mobil publikasi keliling untuk memberi literasi informasi kepada masyarakat yang tidak terjangkau media sosial dan media lainnya.
  • Melakukan Study From Home (SFH) bersama anak-anak dan Work From Home (WFH) bersama dengan remaja dan orang dewasa melalui layanan “penelusuran referensi VIChat & Group medsos” dengan nama #TAKONPUSTAKAWANEBAE.
  • Menelusur sumber informasi dan memberikan literasi informasi/sosialisasi serta meng-counter berita hoaks melalui media sosial, publikasi keliling untuk menjawab permasalahan penolakan pemakaman pasien terinfeksi COVID-19 – publikasi kegiatan melalui video/audio, informasi tertulis tokoh agama,tokoh pemerintahan, dan pengurus organisasi profesi.
  • Menghimpun istilah terkait COVID-19 melalui media sosial dengan memberikan hiburan dan memberi pemahaman istilah yang muncul kepada masyarakat (https://id.wikipedia.org/wiki/Glosarium_COVID-19).
  • Menyiapkan protokol kesehatan untuk layanan perpustakaan pada kondisi new normal dan setelahnya.
Best practice sebagai pemantau COVID-19
Sebagai pustakawan yang diterjunkan sebagai pemantau COVID-19, Pak Fuad bertugas di  desa binaan Dinas ARPUSDA Banyumas, yaitu Desa Klapagading, Kecamatan  Wangon – Banyumas. Dalam melaksanakan tugasnya, berikut ini pengalaman terbaik (best practice) Pak Fuad dalam melakukan pencegahan penyeberan virus corona di masyarakat.
  • Hari pertama – melaporkan dan memantau perkembangan ODP, PDP, Isolasi, Pasien Positif, Pemudik, Warga Terdampak, dan Jaring Pengaman Sosial.
  • Hari Keempat – menerima  laporan 9 orang warga dalam satu rumah, diantaranya  terdapat bayi dan tetangga terdampak melakukan isolasi mandiri dan melaporkan untuk dicarikan solusi jaring pengaman sosial karena tidak dapat beraktifitas. Keesokan hari turun bantuan sembako dari BPBD dan simpati warga sekitar memberi sayuran.
  • Hari Ke-dua puluh delapan – memantau,  melaporkan, dan meng-input data 244 warga sekitar dan pemudik yang terdampak setelah adanya pemberlakuan PSBB untuk diusulkan mendapatkan jaring pengaman sosial.
  • Hari Ke-tiga puluh satu – selain melakukan pemantauan pemudik dan karantina desa, juga mengingatkan ketua gugus tugas dan pihak desa pada saat pemberian bantuan harus memperhatikan protokol kesehatan, memastikan bantuan tepat sasaran, dan memantau aduan warga. Sebagai contoh pada tanggal 14 Mei 2020, setelah dilakukan pendataan ada sekitar 14 orang hasil aduan warga yang tidak mendapat bantuan dan melakukan proses validasi dengan pihak gugus tugas dan pemerintah desa (sehingga diusulkan data baru berdasarkan hasil aduan masyarakat).
Praktik di lapangan, Pak Fuad aktif mendampingi pejabat Desa Klapagading (Kepala Desa, Ketua RT, Ketua RW, Ketua gugus tugas masing-masing tingkatan, Babinsa, Babinkamtibmas, dan Bidan Desa) dalam menggali informasi terkait objek yang menjadi tugas pemantauan selama pandemi COVID-19. Bersama tim pemantau, Pak Fuad aktif mensosialisasikan gerakan “physical distancing” dengan mencatat nomor kontak warga yang bisa dihubungi melalui Whatsapp Group, dan berpegang teguh pada protokol kesehatan, yaitu hati-hati dan waspada.

Setelah menyimak tulisan ini, Pak Fuad telah berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada kita,  sekarang, apa yang kita bisa lakukan selama masa pandemi COVID-19. Jawabannya adalah “Pustakawan, ayo BERGERAK, tunjukkan bahwa kita BERMANFAAT bagi masyarakat melalui kegiatan kepustakawanan. Mari kita berbagi, setidaknya dalam masa pandemi ini, pustakawan dianggap ada dan berkontribusi bagi kehidupan masyarakat yang lebih baik. Safe Healthy dan tetap semangat berbagi dan berkarya...!

Kamis, 21 Mei 2020

Memberdayakan Masyarakat Melalui Layanan Kuda Pustaka


Kuda Pustaka Gunung Slamet | Sumber gambar: tempo.co

Oleh: Wahid Nashihuddin (Pustakawan LIPI)

Tulisan ini merupakan hasil wawancara online (via- WhatsApp) penulis dengan Pak Ridwan Sururi selaku pemilik layanan Kuda Pustaka. Wawancara dilakukan pada tanggal 31 Maret 2020,  pukul 18.40 – 20.54 WIB.

Pengantar
Kuda Pustaka merupakan layanan perpustakaan bergerak dengan cara keliling desa dan rumah warga dengan menggunakan kuda. Kuda Pustaka didirikan oleh Ridwan Sururi (Pak Ridwan), seorang pegiat literasi dari lereng Gunung Slamet, desa Serang, Karangreja, Purbalingga – Jawa Tengah. Dalam kesehariannya, Pak Ridwan bekerja sebagai pencari rumput dan penggembala kuda milik orang lain.  

Kuda Pustaka beroperasi sejak Januari 2015, dengan modal meminjam kuda dan mendapatkan hibah buku dari orang lain. Pak Ridwan meminjam kuda dari majikannya dan mendapatkan bantuan buku (sekitar 135 eksemplar) dari sahabatnya yang bernama Nirwan Ahmad Arsuka (Pegiat Literasi dari Pustaka Bergerak Indonesia).

Layanan Kuda Pustaka sangat sederhana, yaitu seekor kuda membawa sepasang kotak kayu berisi buku bacaan yang siap dimanfaatkan masyarakat. Kuda dipilih sebagai transportasi perpustakaan keliling karena: (1) kondisi geografis desa Serang yang berbukit di daerah pegunungan,  akses jalan menuju pemukiman warga yang licin dan berundak, serta sulit dijangkau oleh kendaraan bermotor, sehingga kuda menjadi solusinya; (2) kuda sangat digemari anak-anak, meskipun keliling tanpa membawa buku, anak-anak tetap mendekati kuda dan berebut ingin naik kuda.

Beberapa hal yang mendasari munculnya layanan Kuda Pustaka, diantaranya: (1) rasa keprihatinan dari Pak Ridwan terhadap kondisi masyarakat sekitar yang kurang mendapatkan akses informasi dan bahan bacaan, terutama literatur yang mendukung kegiatan belajar anak-anak di sekolah; (2) Pak Ridwan senang dengan dunia anak-anak, gemar membaca buku cerita dan mendongeng; (3) perpustakaan desa dan perpustakaan yang ada dirumahnya (sebelum ada Kuda Pustaka) kurang diminati oleh masyarakat (sepi pengunjung). Pak Ridwan melihat anak-anak merasa malu dan lelah jika sering kerumahnya untuk membaca dan meminjam buku, karena jarak rumah mereka ke rumahnya cukup jauh (terutama yang berjalan kaki) .

Program pemberdayaan masyarakat
Menurut Pak Ridwan, Kuda Pustaka menjadi modal bagi dirinya untuk memberdayakan masyarakat sekitar melalui gerakan gemar membaca dan berbagi pengetahuan tentang kewirausahaan. Membaca bagi anak-anak adalah suatu keharusan dan harus diajarkan sejak usia dini. Bagi masyarakat, membaca dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang mampu meningkatkan perekonomian keluarga.

Layanan Kuda Pustaka menggunakan tiga kuda (bernama Luna, Jermanis, dan Perpusnas) dan beroperasi secara bergantian. Kuda yang terkenal adalan Luna (yang terinspirasi dari artis Luna Maya). Tujuan lokasi layanan Kuda Pustaka adalah tempat wisata, sekolah, mushola/masjid, dan rumah warga. Tempat wisata yang menjadi tujuan layanan Kuda Pustaka adalah rest area wisata  “Lembah Asri” Lereng Gunung Slamet. Sekolah yang menjadi tujuan layanan Kuda Pustaka, antara lain: SDN 1 Serang,  SDN 2 Serang, SDN 3 Serang, SDN 4 Serang, SDN 5 Serang, SDN 1 Kutabawa, SDN 2 Kutabawa, SDN 3 Kutabawa, SMPN 2 Karangreja, dsb. Selain itu, Kuda Pustaka juga mengunjungi masjid/mushola tempat Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ Miftahul Huda Serang & TPQ Miftahul Ulum) dan pengajian ibu-ibu; dan rumah warga (keliling kampung).

Beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan Kuda Pustaka, antara lain kegiatan promosi, story telling, pelatihan literasi informasi dan kewirausahaan.
  • Kegiatan promosi, dilakukan Pak Ridwan dengan cara mempromosikan perpustakaan Kuda Pustaka secara lisan (mulut ke mulut) yang disertai dengan kata-kata motivasi kepada warga setempat (Pattinaja & Hermintoyo, 2019).  Pak Ridwan juga aktif mempromosikan layanan Kuda Pustaka ke turis asing yang berkunjung ke rumahnya, seperti turis dari Jerman (3 rombongan 3 kali), Belanda (2 kali), Australia, Perancis, Amerika, Inggris, Singapura, Jepang, dan Italia. Sebagian besar mereka bekerja sebagai wartawan dari TV nomor satu di negaranya, seperti NHK (Jepang), AFT (Perancis), dan VOA (Amerika). Pada tahun 2020, akan ada turis dari Amerika, Switzerland, dan Tunisia yang berkunjung ke rumahnya untuk meliput kegiatan layanan Kuda Pustaka.
  • Kegiatan story telling ditujukan kepada anak-anak. Pada kegiatan ini, Pak Ridwan juga mengajari mereka untuk mendongeng. Dengan belajar mendongeng, anak-anak akan pandai berbicara dan berani tampil di depan umum.  Bahan bacaan story telling mencakup buku cerita, buku komik, buku pendidikan, ensiklopedia, agama, dan novel. Kegiatan story telling dilaksanakan di rumah sendiri, sekolah, dan mushola/masjid (TPQ).
  • Pelatihan literasi informasi dan kewirausahaan. Pelatihan literasi diselenggarakan atas kerjasama dengan pengelola objek wisata, sekolah (12 sekolah), tokoh agama, Program Perpusseru (the Coca Cola Foundation), dan lembaga asing dari Amerika melalui Program WIJABA (The World is Just Book Away). Kegiatan pelatihan literasi ini mencakup pelatihan komputer, baca-tulis, bercerita, dan mendongeng.  Pelatihan kewirausahaan bekerjasama dengan kantor dinas setempat, seperti Perpustakaan Daerah Purbalingga, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan Dinas UMKM Kabupaten Purbalingga. Pelatihan kewirausahaan mencakup pembuatan souvenir dan memasak kue/roti kering, untuk cinderamata (oleh-oleh) bagi pengunjung wisata di desa Serang dan sekitarnya. Peserta pelatihan sebagian besar adalah kaum ibu-ibu dan anak remaja yang telah lulus sekolah (tidak melanjutkan kuliah). Kegiatan pelatihan ini diselenggarakan di kantor kelurahan (balai desa) atau rumah warga yang ditunjuk. Dalam pelatihan tersebut, Kuda Pustaka menyediakan layanan koleksi kewirausahaan, seperti buku tentang peternakan, pertanian, pengobatan herbal, dan resep masakan.
Kegiatan Kuda Pustaka yang akan datang adalah melanjutkan program-program pemberdayaan masyarakat yang sudah dikerjasamakan dengan lembaga dan dinas terkait, serta mencari generasi penerus layanan Kuda Pustaka.

Dukungan dari berbagai pihak
Berbagai kegiatan di atas mendapatkan respon positif dan dukungan penuh dari  pemerintah dan masyarakat (Antasari, 2018; Pattinaja & Hermintoyo, 2019).


  • Dukungan dari pemerintah/lembaga berasal sekolah (melalui penetapan jadwal layanan Kuda Pustaka di SD dan SMP), Perpustakaan Daerah Purbalingga (buku, seekor kuda, pelatihan literasi), Perpustakaan Nasional RI (buku, laptop, seekor kuda), USAID Indonesia (buku), dan Program Perpusseru (komputer PC, pelatihan komputer).
  • Dukungan dari masyarakat berasal dari pengusaha kayu (rak buku),  pegiat literasi dari daerah lain (buku), UMKM (pelatihan kewirausahaan bagi warga, seperti tata boga, souvenir, disain grafis untuk percetakan), dan masyarakat internasional seperti PT. Aqua Golden Mississipi Indonesia (buku, seekor kuda, pelatihan literasi) dan warga Jerman (seekor kuda, yang diberi nama Jermanis).

            Dari berbagai kegiatan layanan Kuda Pustaka di atas, Pak Ridwan banyak mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari pemerintah dan masyarakat. Pak Ridwan telah mendapatkan penghargaan dari Perpustakaan Daerah Purbalingga, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jateng, Perpustakaan Nasional RI, dan Presiden Joko Widodo, dengan nomisasi sebagai tokoh masyarakat dan pegiat literasi terbaik tahun 2016. Kegiatan Kuda Pustaka jugar pernah diliput oleh stasiun televisi nasional dan internasional, seperti Trans 7, NET News, Kompas TV, MNC TV, Metro TV, Antara TV, dan NTD TV.

            Sampai saat ini, Pak Ridwan juga sering mendapatkan bantuan hibah buku dan kuda dari berbagai pihak yang peduli dengan layanan Kuda Pustaka. Sampai Maret 2020, Pak Ridwan telah memiliki sekitar 7000 eksemplar buku, 4 unit komputer,  dan 11 kuda (3 kuda milik sendiri dan 8 kuda milik majikannya).

            Kendala utama layanan Kuda Pustaka adalah cuaca di lereng Gunung Slamet yang sangat ekstrim (hujan dan berkabut), yang membuat layanan perpustakaan dan program kegiatan pelatihan literasi & kewirausahaan terganggu.

            Agar diketahui oleh masyarakat luas, setiap kegiatan Kuda Pustaka didokumentasikan dan dipublikasikan Pak Ridwan melalui media sosial dan blog pribadi, seperti:
            Penutup
            Kehadiran Kuda Pustaka di desa Serang telah membuka kesadaran masyarakat untuk gemar membaca dan mencari informasi tentang kewirausahaan. Pak Ridwan memiliki komitmen yang tinggi untuk mencerdaskan masyarakatnya melalui layanan Kuda Pustaka. Semangat literasi dan perjuangan Pak Ridwan perlu diteladani oleh pustakawan. Bagi Pak Ridwan, keterbatasan ekonomi tidak membuatnya malas untuk berkeliling desa dan ke rumah warga, demi melihat anak-anak gemar membaca dan warganya memiliki semangat wirausaha melalui bahan bacaan yang disediakan Kuda Pustaka. Pustakawan harus memiliki semangat juang yang tinggi seperti Pak Ridwan untuk mencerdaskan masyarakat melalui perannya dalam bidang kepustakawanan.

            Daftar Pustaka
            Antasari, I. W. (2018). Kuda Pustaka as A Movement on Building Children’s Literacy. Prosiding Lokakarya Nasional Dokumentasi Dan Informasi, 13–22.
            Pattinaja, D. P., & Hermintoyo, H. (2019). Peran Perpustakaan “Kuda Pustaka” Sebagai Sarana Akses Informasi bagi Masyarakat di Kaki Gunung Slamet Desa Serang (Sebuah Studi Fenomenologi). Jurnal Ilmu Perpustakaan, 6(4), 201–210.


            Senin, 18 Mei 2020

            Harbuknas dan upaya menakar literasi baca


            OPINI -- "Buku adalah jendela dunia" kalimat ini sudah sering kita dengar,  namun terkesan hanya menjadi sebuah pameo belaka, ketika semua orang asyik dengan hiruk pikuk dunia maya dengan segala pesona yang ditawarkan oleh gadget, sehingga jendela dunia yang terbentang luas melalui buku terabaikan. 

            Hari ini 18 tahun lalu, tepatnya 17 Mei 2002, merupakan pertama kalinya diperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas) yang sebelumnya juga diperingati hari buku dunia setiap tanggal 23 April. 

            Momentum perayaan hari buku ini sangat kontradiktif dengan gebyar yang diantar dengan seremoni perayaan-perayaan lain semisal hari valentin (valentine’s day) yang diwarnai dengan bertukar kado dan gemerlap selebrasi yang didesain sedimikian rupa oleh kaula muda,  di harbuknas, ini akan beranjak sepi. 

            Bertukar buku kesayangan, menghadiahkan buku pada sahabat dan terkasih, pameran dan big sale dengan buku discount besar, membagikan buku gratis, parade tantangan buku kesayangan di sosial media, dan beberapa momen yang mungkin potensi digandrungi oleh warganet nyaris tidak terekspos secara masif di media sosial. 

            Lantas bagaimana kabarnya pecinta buku di belahan dunia lain?  Mencoba menelisik negara1000 danau Finlandia, negara yang tidak pernah bergeser dari indeks peringkat atas negara paling literat (terpelajar) dalam bidang literasi di seluruh dunia.

            Ini menurut riset yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain, dan yang secara resmi dirilis oleh The World’s Most Literate Nations (WMLN) pada 2016 lalu.

            Finlandia yang 70 persen daratannya adalah hutan dengan jumlah penduduk 5,5 juta oleh World Happines Report sebagai negara paling bahagia, terdata 68 juta buku perpustakaan terpinjam dalam setahun, di Finlandia semua hari adalah hari buku,  bahkan untuk sekedar memberi surprise berupa paket parsel disitu terselip buku. 

            Masyarakatnya terbiasa dengan membaca meski tayangan televisi tidak akan kita temui sulih suara atau dubbing, mereka tetap menikmati tayangan dengan subtitel (teks terjemahan) sebagai metode yang diterapkan agar anak anak di Finlandia cepat bisa membaca dan menerapkan membaca cepat (speed reading).
            Subjektivitas dari ucapan "Selamat Hari Buku" sebagai bentuk apresiasi seakan menohok kesadaran kita pentingnya membaca buku di negeri ini, negara yang oleh AS, Indonesia dinobatkan sebagai negara maju, hal ini terlihat dalam perubahan dalam Undang-Undang Pemulihan Perdagangan (Trade Remedy Law).  Dan salah satu karekter negara maju adalah budaya membaca buku dari sebuah negara.

            Hari buku nasional yang diprakarsai oleh momentum berdirinya perpustakaan nasional Republik Indonesia Tahun 1980, mengutip Harian Kompas (20 Mei 2002) Menteri Pendidikan Abdul Malik Fajar menetapkan Hari Buku Nasional (Harbuknas) pada setiap 17 Mei, seharusnya mampu memberi spirit baru terhadap keterpurukan bangsa ini dalam hal budaya literasi.

            Data-data tentang literasi berikut ini sering diulang untuk menunjukkan parahnya minat baca. Yang pertama, hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015.  Yang kedua, peringkat literasi bertajuk 'World's Most Literate Nations' yang diumumkan pada Maret 2016, produk dari Central Connecticut State University (CCSU). Yang menempatkan Indonesia di peringkat terendah dan masih banyak data terbaru yang tidak jauh beda.

            Pun di Harbuknas ini para penerbit meradang. Hasil survei Ikatan Penerbit Indonesia di 100 perusahaan penerbitan buku menyebutkan, selama masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, sebanyak 58,2 persen penerbit mengalami penurunan penjualan lebih dari 50 persen.

            Sedangkan 29,6 persen penerbit lainnya mengalami penurunan penjualan 31-50 persen, 8,2 persen penerbit mengalami penurunan 10-30 persen, dan hanya 4,1 persen penerbit yang penjualannya stabil seperti hari-hari biasa. (Kompas.com).
              
            Apakah layak dikatakan bahwa budaya baca bermetamorfosis ke budaya digital,  era disrupsi ini tidak cukup menjanjikan bertumbuhnya budaya membaca karena ruh sebuah bacaan adanya pada sebuah buku dengan kontent yang sarat dengan hasil penelitian,  minim radiasi cahaya elektro magnetik dan ekonomis. 

            Di masa lalu pun para tokoh pendiri bangsa indonesia (founding fathers) seharusnya dimaknai sebagai injeksi semangat yang menginspirasi generasi yang oleh Karl Mannhein disebut generasi milenial atau generasi Y.

            Salah satunya Bung Hatta yang dikenal dengan kalimatnya, "Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas". Memotivasi diri untuk belajar yang identik dengan membaca buku adalah niscaya di tengah kearifan lokal masyarakat Indonesia yang beragam, walaupun kita menghadapi budaya disrupsi digital yang massif namun membaca buku atau monograf adalah sebuah keharusan.
            Sebuah ungkapan menarik tentang sebuah buku:
            "Buku menemani saat sadar dan tidur. 
            Kemanapun kita pergi dia bersedia mengikuti. 
            Ia menasehati kita, ia dapat menjadikan kita tertawa.  
            Tak jarang kita menangis karena buku. 
            Jika kita memintanya diam dia akan patuh. 
            Jika kita mencercanya ia diam. 
            Jika kita memujinya ia tak sedikitpun akan terpengaruh. 
            Tidak ada teman yang lebih pandai. 
            Tidak ada teman yang lebih setia dari buku. 
            Buku adalah sebaik baiknya teman." (*)

            Penulis: Sirajuddin

            Artikel ini sudah tayang di http://www.iainpare.ac.id dengan judul "Harbuknas dalam meretas cara membaca" edisi senin, 18 Mei 2020