Tampilkan postingan dengan label ebook. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ebook. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Februari 2019

Sobat #missqueen Ala Pustakawan

Oleh: Veny Fitriyanti
Beberapa bulan yang lalu, Indonesia kembali menjadi tranding topik di social media Twitter.
Seluruh masyarakat Indonesia ramai berbondong-bondong mencuitkan Hastag #missqueen ato sobat missqueen di Twitter.
Istilah ini hanya sebagai bahan candaan ato guyonan yang ditujukan kepada orang-orang sok kaya yang suka pamerin harta bendanya. Sehingga muncul sobat missqueen (miskin.red) yang memamerkan hal-hal kemiskinan mereka di sosial media.
Loh…Apa hubungannya dengan pustakawan?
Jelaaaaaas… ada dong hubungannya dengan pustakawan. Selain sebagai ikut tranding. Pustakawan aka saya sendiri turut serta termasuk sobat missqueen.
Apaan tuh?😲
Apalah daya seorang pustakawan yang melihat buku novel baru terpampang cantik indah bak rupawan di rak toko buku tapi hampir pingsan liat bandrol harga. #missqueen ala pustakawan
Ini yang saya rasakan bertahun-tahun kalo jalan-jalan ke toko buku. Jika ada rejeki lebih untuk beli buku saya pasti lama di rak karna galau pilih novel mana yang mau dibeli. Hal ini dikarenakan uangnya gak cukup beli lebih dari 2.
Alhamdulillah, PNRI menjawab dilema kantong saya. PNRI memberikan fasilitas bagi sobat missqueen untuk bisa baca buku apa saja baik buku lama atau buku terbaru bahkan buku populer di masyarakat dibagikan secara GRATIS.
KOK BISAAAA…..?😲😲😲😲😲
Ya bisa lah, perpustakaan sapa dulu dong!!! Mau tau caranya gimana? Yuks! Simak tulisan ini sampai habis.
Jawabanya adalah download aplikasi IPUSNAS.
Nah ini adalah aplikasi ipusnas yang bisa kamu download di playstore (android system), Appstore (apple system), dan versi desktop untuk komputer.
iPusnas

Itu aplikasi apaan sih?
Ini adalah aplikasi perpustakaan digital yang berisikan segala jenis buku e-book yang bisa kamu pinjamkan selama 3 hari secara gratis.
Fiksi Remaja

Siapa yang SUKA pake kata BANGETZZZ baca buku, saya sarankan segera download aplikasi ini.
Karna ini adalah jawaban bagi para sobat #missqueen yang gak punya uang untuk beli buku tapi pengen BANGETZ baca buku.
Saya mengaktifkan kembali aplikasi ini sejak tanggal 4 April 2018. Dulu pernah download tapi bukunya “enggak banget deh” makanya di uninstall.
User Profile

Dan sekarang gak terasa, sekarang ini history buku yang sudah dipinjam sudah sampai ratusan.
Pameeer😒😒😒
iPusnas
Cara pemakaian aplikasi ini sangat lah mudah. Kamu cukup sign in ipusnas melalui akun Facebook atau email. Nah nanti kamu isi kolom yang diminta.
Setelah itu gimana cara meminjamnya?
It’s so easy…
Cari buku yang kamu inginkan dengan klik tombol kaca pembesar.
Collection

Book Detail

Borrow

Nanti akan muncul tampilan begini
Choose ePustaka

Pilih yang kolom yang punya koleksi masih available. Jangan yang run out.
Nanti akan muncul pertanyaan apakah kamu yakin meminjam buku ini?
Book Detail

Pilih YES jika kamu bener-bener ingin baca buku tersebut.
Tahap akhirnya adalah “menunggu”
Book Detail

Book Detail

Kemudian buku tersebut akan terdownload. Kalo sobat #missqueen gak punya kuota, bisa kamu pake wifi gratisan.
Tadaaaaaaaaa! Bisa deh baca buku dilan 2 sebelum keluar filmnya yang akan segera tayang tahun ini.
View Ebook

Di ipusnas ada fitur status user. Jika kamu buat akun baru, maka status kamu sebagai pengguna ipusnas langsung menjadi “newbie”. Dalam ipusnas ada 3 status pembaca
Newbie
Bookworm
Sosializer
Nah….bagi user yang mau naik tingkat atau level up harus penuhi persyaratan sbb:

Ada tips untuk mendapatkan follower, caranya simpel kok. Banyak-banyak lah menulis komentar di tombol review buku yang kamu baca. Hal ini berguna bagi user lain untuk memilih buku yang cerita nya bagus atau jelek.
User yang lain juga bisa melihat history book yang sudah kamu pinjam dan bisa juga dijadikan bahan rekomendasi buku-buku yang bagus untuk dibaca.
Nah…..sudah tau kan tips sobat #missqueen ala pustakawan.
Smoga tips ini bisa membuat para sobat #missqueen berbahagia bisa membaca buku secara gratis dan makin pintar.
Salam Literasi Sobat Missqueen 😍😍😍😍

Selasa, 29 Januari 2019

Lebih Nyaman Membaca Buku Tercetak atau Ebook?

“Tetaplah menulis walau hanya beberapa kata. Kadang satu kata itu bisa menjadi satu alenia, dan satu alenia bisa menjadi pemacu semangat untuk menulis menjadi satu halaman. Hingga akhirnya menghasilkan satu tulisan utuh”
Suatu ketika saya berbincang dengan teman yang pekerjaannya menjual buku. Di meja yang sama juga ada teman penulis buku sekaligus editor. Saya seperti berada di tengah-tengah orang hebat dengan segala pengalamnku yang minim. Tak banyak saya bicara, lebih sering mengingat tiap mencatat obrolan dalam ingatan.

Lebih Nyaman Membaca Buku Tercetak atau Ebook?
Credit: Pixabay
Setiap obrolan tak selamanya sekadar basa-basi, topik ngalor-ngidul tanpa ada kejelasan. Kali ini topik yang dibicarakan menurutku berat. Mereka berjibaku dengan pendapat masing-masing terkait minat baca masyarakat Indonesia yang rendah (katanya).

“Sampai sekarang saya bingung. Bagaimana cara menghitung prosentasi minat baca kita rendah? Padahal hampir tiap orang sudah mempunyai gawai, mereka membaca tak harus menggunakan koleksi tercetak,” Ujar editor.

Dia menceritakan kebiasaannya. Setiap hari minimal 15 menit membaca artikel dari Amazon Kindle (aplikasi langganannya). Segala buku berbagai genre dibaca untuk menambah wawasan. Editor itu mengatakan ingin menjadikan aktivitasnya menggunakan gawai bermanfaat. Tidak hanya memantau lini masa media sosial yang penuh hiruk-pikuk.

Teman yang penjual buku juga bercerita jika tiap ada koleksi buku baru yang dipajang, pasti banyak pengikutnya di Instagram berkomentar serta meminta segera ada Pre Order buku tersebut.

“Jangan-jangan masih banyak yang latah sering membeli buku, menumpuknya di meja kamar tanpa menjamah sedikitpun hingga usang?”

Sontak saya merasa tersindir. Bagaimana tidak, di meja kamar masih ada 15 judul buku yang sudah terbeli tapi belum sempat menjamahnya. Saya baru sempat membaca judul dan pengarangnya. Isinya? Masih rapi dalam bungkus plastik transparan yang mulai dipenuhi debu.

“Menurut kalian lebih asyik baca buku tercetak atau ebook?” Pertanyaan macam apa ini? Saya sendiri tak mengira bakal terlontar pertanyaan tersebut.

Kedua orang di samping saya tertawa. Dari sini saya bisa melihat bagaimana tertawanya penjual buku dan editor saat mendapatkan pertanyaan “lucu” dari saya.

“Zaman jangan dilawan, tapi diajak berkawan,” Ujar editor buku.

Lagi-lagi dia bercerita tujuan menulis adalah mencatat sejarah. Apapun medianya. Dulu, nenek moyang kita menulis di batu, kulit, daun lontar, hingga kertas ditemukan. Semua dilakukan untuk mencatat sejarah.

Sekarang? Kita dimudahkan berbagai media. Ada yang menulis di media tercetak seperti majalah, buku, dan yang lainnya. Ada pula yang mencatat sejarahnya pada blog, wattpad, dan sejenisnya. Semua sama.

Urusan nyaman mana, tergantung kita. Pada akhirnya kita pasti terbiasa membaca buku digital (ebook). Dulu, gawai sekadar untuk menelpon dan mengirim kabar melalui pesan singkat. Sekarang, semua yang kita lakukan lebih banyak menggunakan gawai, termasuk membaca.

Ya, benar adanya. Kita menjadi nyaman karena terbiasa. Dulu, membaca buku harus buku tercetak, karena memang adanya hanya koleksi tercetak. Sekarang kita masa peralihan. Sementara hanya membaca berita pada portal daring melalui gawai, tidak salah jika ke depannya membaca novel ribuan lembar pun melalui gawai.

Sebagian orang saya yakin masih nyaman membaca buku tercetak (termasuk saya). Tapi apa mungkin selamanya seperti itu? Saya sendiri tidak yakin. Zaman mulai berubah, mau tidak mau kita juga harus merangkulnya dengan cara mengikuti perkembangan zaman.

Ada waktunya kita dituntut membaca tulisan panjang (novel/karya ilmiah) melalui gawai. Kita membiasakan, dan kita menikmatinya. Sementara generasi yang akan datang lambat laun asing dengan koleksi tercetak. Sama halnya seperti kita yang aneh rasanya membaca manuskrip pada batu, kulit, dan daun lontar.

Tentu ini menjadi tantangan bersama. Terlebih bagi para pecinta aroma buku baru kala pertama dibuka setelah dibeli. Tidak jarang mereka menghirup bau buku tersebut sebelum membacanya. Selain itu, di masa mendatang kita hanya bisa tertawa kala mengingat membaca buku tercetak sebagai sarana untuk dapat tidur nyenyak layaknya Librocubicularist; yakni orang yang membaca buku sembari tidur di atas kasur.

Nasirullah Sitam
Email: roellah@gmail.com
Blog: https://www.nasirullahsitam.com/ 
Travel Blogger & Staf Perpustakaan

Minggu, 27 Januari 2019

Free Ebook Dua Dunia Seirama: Secarik Kisah Pengalaman Menulis Pustakawan Blogger

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta kemudahan bagi saya untuk bisa merangkai kata demi kata sehingga bisa terbitlah buku sederhana ini. Buku yang saya tulis ini berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi tentang dunia menulis, mulai ketika saat masih menjadi mahasiswa hingga sudah bekerja sebagai pustakawan sekaligus blogger.

Proses menulis setiap individu tentu akan berbeda- beda. Begitu pula dengan yang saya alami sendiri. Buku ini saya beri judul Dua Dunia Seirama, di mana diartikan saya sebagai seorang pustakawan sekaligus blogger. Meskipun keduanya memiliki dunia yang berbeda, tapi menurut hemat saya, ada pekerjaan yang keduanya memiliki aktivitas yang seirama, yakni menulis.

Satu hal yang menjadi catatan kecil, menyoal menulis tentu bukanlah perkara bakat. Namun, faktor latihan yang dilakukan secara terus-menerus. Masih banyak individu yang menyangka bahwa untuk bisa menulis itu dikarenakan adanya bakat. Padahal, tentu itu bukan suatu hal yang mutlak. Seandainya seseorang tersebut mempunyai bakat, maka itu hanya mempercepat proses kemampuan itu sendiri. Tentunya jika itu ditunjang dengan latihan secara terus-menerus sehingga akan lebih mudah dan cepat. Namun demikian, hal itu juga terjadi sebaliknya. Walaupun memiliki bakat, tapi tanpa ditunjang dengan latihan, maka yang terjadi adalah tak ada kemampuan untuk bisa menulis. Pendek kata, kemampuan menulis itu ditentukan oleh frekuensi latihan setiap harinya.

Buku ini terdiri dari 23 bab, tiap-tiap bab ditulis secara mandiri sehingga tidak harus dibaca secara berurutan. Selain terbit dalam format cetak edisi terbatas, buku ini juga terbit dalam format ebook (PDF) dan bersifat gratis. Jadi, silakan bagi para pembaca bisa membagikan buku ini kepada orang lain khususnya para pustakawan. Dari 23 tulisan, dua diantaranya pernah diterbitkan di Republika dan blog pribadi. Sementara yang lainnya adalah tulisan baru yang belum pernah sama sekali dipublikasikan di media manapun.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penerbitan buku ini. Harapan saya semoga secarik pengalaman menulis ini bisa bermanfaat untuk para pembaca. Buku ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, silakan para pembaca bisa berkomentar dengan mengirimkan saran atau kritik melalui email muradmaulana83@gmail.com

Selamat membaca.